Sunday, February 16, 2014

ZAMAN BERGERAK MASYARAKAT INDONESIA



SELAYANG PANDANG ZAMAN BERGERAK MASYARAKAT INDONESIA[1]
Oleh : Muhammad Harir[2]

A.     Pendahuluan
Hubungan diantara kalangan kelompok intelektual dan politik merupakan bagian penting dari perjalanan sejarah Indonesia. Hubungan itu mulai memperoleh bentuknya terutama ketika terjadi kebutuhan yang meningkat akan tenaga kerja terampil pada akhir abad ke-19 sebagai akibat dari diperkenalkannya private capitalism oleh pemerintah kolonial semasa periode liberal (1870-1900). Salah satu perubahan terpenting yang dihasilkan oleh apa yang disebut dengan 'politik etis' ini terjadi pada tiga dekade pertama abad ke-20 ketika program pendidikan 'massal' pemerintah kolonial telah menghasilkan kelompok terdidik di kalangan bumiputra dalam jumlah yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Pendirian sekolah dan organisasi baik disadari atau tidak memicu rakyat pribumi untuk melakukan pergerakan dan resistensi terhadap pemerintah yang berdaulat.[3]
Berbagai organisasi modern mulai bermunculan, tepatnya pada 1908 muncul Boedi Oetomo sebagai organisasi pertama rakyat pribumi. Walaupun banyak kalangan sejarawan yang meragukan Boedi Oetomo sebagai organisasi pergerakan yang berspektrum nasional, karena masih bersifat lokal (Jawa), di samping itu Boedi Oetomo adalah organisasi sosial yang bersifat kooperatif dengan pemerintah yang berwenang. Namun, keberadaan Boedi Oetomo ini setidaknya merangsang organisasi-organisasi pergerakan sosial politik yang bersifat nasional seperti SI (Sarekat Islam), kemudian disusul IP (Indische Partij), Insulinde, ISDV yang kemudian menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia), dan lain sebagainya. Harus dicatat peran sentral SI terutama di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto sebagai organisasi mainstream tempat para pemimpin pergerakan menempa diri. Sebagian besar para pemimpin organisasi-organisasi pergerakan yang ada adalah kader, anggota, bahkan ketua cabang dari SI. Perjuangan bersenjata yang tak terorganisir secara modern mulai ditinggalkan. Kalangan generasi baru mulai memilih alat perjuangan baru berupa organisasi dan ilmu pengetahuan serta cara berpikir modern. Pada saat itu mulai muncul perubahan kesadaran baru akan cita-cita dan orientasi perjuangan. Isu-isu tentang nasionalisme, sosialisme dan demokrasi adalah gagasan yang sering dikemukakan oleh kalangan pergerakan menggeser pemikiran tradisional yang feodal dan mistik.[4]

Pada dasawarsa akhir abad 19, tepatnya ketika dimulainya pelaksanaan politik etis setelah kegagalan tanam paksa, pemahaman mengenai kebangsaan mulai tumbuh di Indonesia dan dipelopori oleh para kaum cendekiawan yang notabene mendapat kesempatan mengenyam pendidikan. Trilogi politik etis  menyangkut edukasi, irigasi dan imigrasi setidaknya memberi pengaruh pada upaya perbaikan terhadap negeri jajahan, meskipun praktiknya tetap untuk mengeruk sumberdaya negeri jajahan. Belanda mempunyai peran yang tidak sedikit dalam memperkenalkan paham kebangsaan ini kepada rakyat pribumi (inlander) dengan mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat. Pada tahun 1893 didirikan Eerste Klass Inlandsche Scholen (Sekolah Bumi putera Angka Satu) yang dikhususkan untuk rakyat pribumi kalangan bangsawan dan priyayi, dan Tweede Klass Inlandsche Scholen (Sekolah Bumiputera Angka Dua) untuk rakyat pribumi yang miskin.[5] Perluasan pendidikan kepada bumiputera merupakan produk resmi dari politik etis. Pendidikan ini tidak hanya untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah bagi pemerintah dan kegiatan bisnis swasta Belanda, tetapi juga menjadi alat utama untuk “mengangkat” derajat bumiputera dan menuntun mereka menuju modernitas serta “persatuan Timur dan Barat”.[6] Harus dicatat pula peran dari orang Cina baik keturunan maupun totok dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, dengan mendirikan sekolah dan pembentukan organisasi Tionghoa pada dasawarsa awal abad 20, seiring merebaknya semangat nasionalisme Cina yang dicetuskan pada tahun 1911 oleh Sun Yat Sen. Organisasi Tionghoa yang terkenal seperti THHK (Tiong Hoa Hwee Koan) mendirikan sekolah dan mendatangkan guru-guru dari Cina untuk mengajar bahasa Cina dan kebudayaan Cina bagi anak-anak Cina.
Benih-benih nasionalisme ini muncul dari dalam organisasi-organisasi pergerakan yang dipimpin oleh para pemimpin yang sebagian besar adalah pribumi. Benih nasionalisme tersebut mulai ditebarkan dengan isu solidaritas bumiputera untuk keadaan yang lebih baik. Senjata utama yang digunakan oleh organisasi pergerakan tersebut adalah surat kabar dan vergadering (musyawarah/pertemuan politik). Hal tersebut sangat jelas terlihat dari tulisan-tulisan di surat kabar setiap organisasi pergerakan seperti surat kabar Oetoesan Hindia (SI Surabaya), Sinar Djawa (SI Semarang), De Express (surat kabar IP) dan lain- lain. Vergadering-vergadering yang selalu dipadati oleh rakyat adalah yang selalu dilakukan oleh SI. Para pemimpin SI dan pemimpin-pemimpin organisasi pergerakan memimpin rakyat dengan bahasa tulisan maupun lisan, dan mereka berhasil memobilisasi massa rakyat baik yang dapat membaca ataupun yang buta huruf. Surat kabar sebagai media komunikasi cetak menjadi alat propaganda pemimpin pergerakan untuk menyatukan seluruh elemen rakyat, menumbuhkan perasaan senasib yang ditindas dan berjuang bersama melawan penjajah.

B.     Pelopor Gerakan Rakyat Indonesia
Organisasi politik pertama di Indonesia pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam, sehingga munculah Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa disebut sebagai Inlanders.
Sarekat Dagang Islam merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. Di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI), kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan religius dalam masyarakat Indonesia.[7]
SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.
Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang dipimpin Semaoen. SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo) berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta. Sedangkan SI Merah (Semaoen, Alimin, Darsono) berhaluan kiri berpusat di kota Semarang (SI Semarang). Sedangkan HOS Tjokroaminoto pada mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut.
Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang bertentangan. Di samping itu Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI. Darsono membalas kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda: kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih). Hingga pada akhirnya pada tanggal 23 Mei 1920 lahirlah Partai Komunis Indonesia (PKI). Semaoen dipilih menjadi ketua PKI pertama kali. Proses pergantian nama tersebut dapat dilihat sebagai pengindonesiaan gerakan Marxisme di Indonesia. Pada pertengahan 1920 merupakan puncak dan mati hidupnya perjuangan kaum radikal Semarang dimulai dan perjuangan tersebut baru akan berhenti pada tahun 1926.[8]
Sebagai satu-satunya Partai Revolusioner jang Komunistis atau Marxistis ialah: Partai Komunis Indonesia, yang didirikan oleh saudara-saudara Semaoen, Marco, Mutalib, Budisutjitro, Darsono, dll di Semarang pada 23 Mei 1920 yang kemudian sesudah memasuki tahun 1921 saudara Tan Malaka yang sudah berhenti dengan kemauan sendiri dari Sanembah Mij, datang ke Semarang dan ikut memimpin PKI. Tetapi sesudahnja kedudukan HoofdBestuur PKI dipindahkan dari Semarang ke jakarta pada bulan Juni 1924, maka pimpinan Hoofdbestuur pimpinan PKI yang baru, sebagai hasil keputusan kongres PKI Juni 1924 di Betawi jatuh pada Sardjono, Alimin, Musso, Winanta dll, sedang sekertaris umumnja/sekjendnja tetap sadja saudara Budisutjitro. PKI (Partai Komunis Indonesia), yang lahir pada 23 Mei 1920, sudah masuk kubur, sudah hancur lebur disebabkan oleh Alimin, Muso, Sardjono, dengan tergesa-gesa membuat PUTUSAN PRAMBANAN, putusan diatas Candi Prambanan pada 25 Desember 1925, yang sudah membawa genjataan sejarah, bahwa PKI (Partai Komunis Indonesia), “SUDAH MASUK KUBUR, HANTJUR LEBUR, HANTJUR LULUH, MUSNAH” pada 1 (satu) Januari 1927.[9] Sebelum terjadi peristiwa tersebut, perdebatan panjang di internal CC PKI sudah sangat kacau, sehingga Semaoen dan Tan Malaka keluar dari PKI, sehingga Tan menganggap PKI terlalu dekat dengan kekuasaan, baginya perjuangan adalah milik kaum proletar bukan para borjuis.
Setelah Tan Malaka secara terang-terangan keluar dari PKI akhirnya mendirikan mendirikan Partai Republik Indonesia (Pari) tahun 1927. Komintern yang sebelumnya sudah gerah dengan Tan Malaka yang lunak terhadap gerakan Islam segera memecat Tan Malaka. Sejak itu, mulailah Tan Malaka dikejar-kejar bukan hanya oleh pemerintah kolonial Belanda tapi juga oleh mantan sekutunya di Komintern dan PKI. Tan Malaka seakan menjadi revolusioner yang sendirian, bersembunyi dan menyamar sembari terus menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan.  Ditahun 1926-1927 gerakan-gerakan indonesia mulai banyak bermunculan, diantaranya yaitu Nahdlatul Ulama (NU) berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 di Jawa Timur. Organisasi ini merupakan wadah para ulama di dalam tugas memimpin Islam menuju cita-cita Izzul Islam Muslimin (kejayaan Islam dan umatnya).[10] Jauh sebelum itu Muhammadiyah juga sudah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan.[11] Kelompok agamis yang pada waktu itu dipelopori Muhammadiyah dan NU merupakan poros tengah yang cukup kuat dalam percaturan dunia politik pada masa pra kemerdekaan. Selajutnya pada 14 Juli 1927 berdirilah Partai Nasional Indonesia yang Didirikan di Bandung oleh para tokoh nasional seperti Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Selain itu para pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno turut pula bergabung dengan partai ini.[12]
Peran pemuda dalam Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 mempunyai kontribusi yang besar terbentuknya NKRI dikemudian hari. setelah itu peran pemuda bergitu berperan dalam percepatan proklamasi kemerdekaan RI. Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945 yaitu para pemuda dengan “menculik” Sukarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Yang pada waktu itu Sokarno-Hatta tidak kunjung memprokamasikan karena banyak pertimbangan. Setelah itu pada Pada tanggal 7 dan 8 November 1945 diadakan Muktamar atau Konggres Umat Islam Indonesia di Yogyakarta yang dihadiri oleh hampir semua tokoh berbagai organisasi Islam dari masa sebelum perang serta masa pendudukan Jepang. Kongres memutuskan untuk mendirikan majelis syuro pusat bagi ummat Islam Indonesia, MASYUMI yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi ummat Islam. Pada awal pendirian MASYUMI, hanya empat organisasi yang masuk MASYUMI yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Perikatan Ummat Islam, dan Persatuan Ummat Islam. Setelah itu, barulah organisasi-organisasi Islam lainnya ikut bergabung ke MASYUMI antara lain Persatuan Islam (Bandung), Al-Irsyad (Jakarta), Al-Jamiyatul Washliyah dan Al-Ittihadiyah (keduanya dari Sumatera Utara). Selain itu, pada tahun 1949 setelah rakyat di daerah-daerah pendudukan Belanda mempunyai hubungan leluasa dengan rakyat di daerah-daerah yang dikuasai oleh RI, banyak di antara organisasi Islam di daerah pendudukan itu bergabung dengan MASYUMI. Mudahnya persyaratan untuk masuknya sebuah organisasi Islam ke dalam MASYUMI menjadi salah satu penyebab banyaknya organisasi-organisasi Islam yang masuk ke dalamnya. Namun hal yang paling penting mengenai alasan meraka masuk ke dalam MASYUMI dikarenakan semua pihak merasa perlu bergabung dan memperkuat barisan Islam.[13] Setelah kemerdekaan Idonesia 1945 menuju ke masa transisi Orde Lama Ke Orde Baru dalam pergolakan Politik Indonesia yang semakin masif, akhirnya Tan Malaka kembali mendirikan Murba atau (Musyawarah Rakyat Banyak) adalah partai politik Indonesia yang didirikan pada 7 November 1948 oleh Tan Malaka, Chaerul Saleh, Sukarni dan Adam Malik. Jaman kemerdekaan, yang masih jaman revolusi peran pemuda juga sangatlah begitu dominan. Angkatan 1966 juga berperan dalam menumbangkan rezim orde lama dan menggantikannya dengan orde baru.

C.      Gerakan Dimasa Transisi Orde Lama – Orde Baru
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada kabinet. Presiden tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti MASYUMI, PNI, dan PKI mempunyai partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai besar berdasarkan UUDS 1950.
Saat itu kebutuhan adanya aliansi antar kelompok Gerakan Rakyat Indonesia dirasakan cukup kuat. Pada 1947, Kongres Mahasiswa pertama di Malang mendeklarasikan kelahiran Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Kebutuhan akan aliansi ini masih kuat pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959). Sistem multipartai yang diterapkan saat itu mempengaruhi berbagai organisasi kemahasiswaan untuk berafiliasi dengan partai-partai politik. Misalnya Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) dengan Partai Katholik, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan Partai Serikat Islam (PSI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai Nahdlatul Ulama (NU), serta Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi.
Setelah PKI mendominasi hasil pemilu 1955, CGMI pun mulai berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya. Mereka bahkan berusaha mempengaruhi PMII sehingga menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI. Perseteruan ini terutama dipicu isu perebutan kekuasaan dalam tubuh PMII oleh CGMI dan GMNI setelah Kongres ke-V PPMI pada 1961. Lima tahun kemudian, tepatnya pada 25 Oktober 1966, sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Syarief Thayeb membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Organisasi mahasiswa yang menyetuji kesepakatan tersebut adalah PMKRI, HMI, PMII, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI).
KAMI didirikan terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Munculnya KAMI lantas diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI). Periode 1965-1966 menjadi tonggak pergerakan bangsa ketika para pemuda dan mahasiswa Indonesia bergerak secara nasional dan terlibat dalam mendirikan Orde Baru. Sebelumnya, pergerakan mahasiswa bersifat kedaerahan. Mereka yang aktif pada masa ini dikenal dengan Angkatan '66.
Sejarah Indonesia (1965-1966) adalah masa Transisi ke Orde Baru, masa di mana pergolakan politik terjadi di Indonesia di pertengahan 1960-an, digulingkannya presiden pertama Indonesia, Soekarno setelah 21 tahun menjabat. Periode ini adalah salah satu periode paling penuh gejolak dalam sejarah modern Indonesia. Periode ini juga menandakan dimulainya 32 tahun masa kepemimpinan Soeharto.
Digambarkan sebagai "dalang" besar, Soekarno mendapatkan kekuasaan dari usahanya menyeimbangkan kekuatan yang berlawanan dan semakin bermusuhan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1965, PKI telah menembus semua tingkat pemerintahan, mendapatkan pengaruh besar dan juga mengurangi kekuasaan TNI. Tentara telah terbagi, antara sayap kiri yang pro-PKI, dan sayap kanan yang didekati oleh negara-negara Barat. Pada tanggal 30 September 1965, enam perwira paling senior TNI tewas dalam sebuah aksi yang disebut "Gerakan 30 September", sebuah kelompok dari dalam TNI sendiri. Aksi ini kemudian dicap oleh pemerintahan Soeharto sebagai "percobaan kudeta". Dalam beberapa jam, Mayor Jenderal Soeharto memobilisasi pasukan di bawah komandonya dan menguasai Jakarta. Golongan anti-komunis, yang awalnya mengikuti perintah TNI, melanjutkan pembersihan berdarah dari komunis di seluruh negeri, diperkirakan menewaskan setengah juta orang, dan menghancurkan PKI, yang secara resmi telah dipersalahkan atas krisis tersebut oleh Soeharto.

D.     Orde Baru ke Reformasi
Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September  timbullah reaksi  dari berbagai Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta ormas-ormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk Front Pancasila dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI ( Ksatuan Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat) “Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya,Bersihkan kabinet dari unsur PKI,dan turunkan harga-harga”
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan politik masa itu. Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari awal lahirnya Orde Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan keluarganya, merupakan salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari masyarakat. Pemerintah Orde Baru memberikan kesempatan politik hanya kepada golongan tertentu saja. Menjelang dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak partai politik di tahun 1955.
Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan. Pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan seiring dengan era reformasi terbuka kesempatan bagi rakyat untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu . operasi militer mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun terbongkar. Presiden Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat tercapai antara lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas dari tahanan rezim Orde Lama, untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan ”yuridis, ketatanegaraan, dan psikologi “. Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah, mengaskan, Ia menolak setiap keagamaan dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah agama untuk maksud-maksud kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain, pemerintahan Orde Baru yang didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam. [14]
Memasuki pertengahan tahun 1970-an tersebut, gerakan mahasiswa kembali bergolak. Tepatnya di tahun 1974 dan tahun 1978. Di tahun 1974 meletuslah Peritiwa Malari. Peristiwa Malari adalah gerakan pertama mahasiswa secara monumental untuk menentang kebijakan pembangunan Soeharto. Pergerakan Mahasiswa pada masa ini dengan kental ditunjukan terhadap Kebijakan Orde Baru yang Pro terhadap Modal Asing sebagai penjajahan baru di Indonesia terutama Jepang pada saat itu. [15] Gerakan mahasiswa berikutnya yaitu pada tahun 1978. Sama halnya dengan gerakan 1974, aksi ini muncul karena kekecewaan mahasiswa terhadap konsep ekonomi yang dijalankan Soeharto serta kekecewaan terhadap praktek politik Orba yang semakin jauh dari nilai-nilai demokrasi juga dimunculkan. Bahkan, pada masa ini mahasiswa dengan berani mengkampanyekan penolakan terhadap Soeharto yang ingin kembali mencalonkan dirinya menjadi Presiden Untuk menghindari aksi-aksi berikutnya dari mahasiswa, maka Pemerintah Orde Baru mengeluarkan kebijakan melalui SK menteri pendidikan dan kebudayaan (P dan K), Daoed Josoef, No. 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Disusul dengan SK No. 0230/U/J/1980 tentang pedoman umum organisasi dan keanggotaan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK).  Inti dari dua kebijakan ini adalah untuk mengebiri kegiatan aktifitas politik mahasiswa. Di mana mereka hanya cukup memahami politik dalam artian teori bukan praktek.. Pemerintah Orde Baru melakukan intervensi dalam kehidupan kampus, dengan dalih stabilitas politik dan pembangunan. Kebijakan ini benar-benar menjauhkan mahasiswa dari realita sosial yang ada.
Lanjut ke Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dan gerakan rakyat pro-demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an. Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia pada tangal 21 Mei 1998, setelah 28 tahun menjadi Presiden Republik Indonesia sejak awal 1970-an. Pada April 1998, Soeharto terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia untuk ketujuh kalinya (tanpa wakil presiden), setelah didampingi Try Soetrisno (1993-1997) dan Baharuddin Jusuf Habibie (Oktober 1997-Maret 1998). Namun, mereka tidak mengakui Soeharto dan melaksanakan pemilu kembali. Pada saat itu, hingga 1999, dan selama 29 tahun, Partai Golkar merupakan partai yang menguasai Indonesia selama hampir 30 tahun, melebihi rejim PNI yang menguasai Indonesia selama 25 tahun. Namun, terpliihnya Soeharto untuk terakhir kalinya ini ternyata mendapatkan kecaman dari mahasiswa karena krisis ekonomi yang membuat hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia mengalami kemiskinan. Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat terjadinya krisis moneter pada pertengahan tahun 1997. Namun para analis asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli 1996 yang terjadi 27 Juli 1996. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.[16]
Gerbang reformasi akhirnya didapatkan oleh rakyat indonesia atas tumbangnya Suharto pada 1998. Akan tetapi pasca Reformasi 1998, Gerakan Rakyat mulai kehilangan arah sehingga keberadaannya mulai dipinggirkan oleh berbagai pihak, padahal kiprah dan peran Gerakan Rakyat pada waktu itu tidak bisa dilepaskan dari akar sejarah bangsa. Munculnya beberapa kelemahan dalam gerakan pemuda hari ini, dibanding angkatan 1908, 1928, 1965, 1975, hingga 1998, yang memiliki karakter tersendiri dan memiliki permasalahan tersendiri dalam implementasi gerakan konkrit mereka.

E.      Gerakan Kekinian
Semangat persatuan yang ada di masing-masing organisasi Gerakan Rakyat di setiap wilayah indonesia tersebut menjadi benang merah yang terus diproses secara bersama-bersama menuju tahapan-tahapan yang kualitatif. Artinya ketika kita bersama memandang permasalahan rakyat lainnya secara umum. Ternyata memang berasal dari satu sumber kebijakan yaitu Negara beserta alat-alatnya yang memang masih sangat tunduk kepada kaum modal (kapitalisme internasional). Artinya beberapa persoalan yang muncul tidak dapat diselesaikan dengan alat perjuangan yang mempunyai karakter lokalistik atau bersandar pada setiap wilayah saja, akan tetapi dibutuhkan alat persatuan dan perjuangan secara nasional yang dapat lebih keras ketika memukul rezim borjuasi.
Perjuangan mahasiswa dan rakyat menumbangkan rezim anti-demokrasi bukan tanpa hasil. Setelah reformasi, rakyat mendapat ruang kebebasan untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat. Ini sangat penting bagi rakyat. Sebab, ruang inilah yang memberikan hak dan kesempatan kepada rakyat untuk melancarkan aksi protes untuk memperjuangkan dan mempertahankan hak-haknya. Namun, kita juga harus menyadari, bahwa banyak mimpi-mimpi kita saat angin reformasi ditiupkan, seperti demokrasi sejati, kesejahteraan rakyat, pemberantasan korupsi, penegakan hukum yang tak pandang bulu, dan lain-lain, belum juga terwujud. Demokrasi kita menguap karena disusupi kepentingan pasar. Akibatnya, meskipun pemilu berulangkali digelar, bahkan mengadopsi pemilihan langsung, tetapi hasilnya selalu kepentingan pasar-lah yang jadi pemenang. Maka tak heran, banyak yang menjuluki demokrasi sekarang sebagai “pemerintahan dari pasar, oleh pasar, dan untuk pasar.”

Melihat dinamika perjuangan Gerakan Rakyat Indonesia dari dulu hingga sekarang apa yang kira-kira harus dilakukan oleh Gerakan Rakyat saat ini ?????


Selamat berdiskusi !!!!


[1] Disampaikan pada Prakondisi PETA II Srikat Mahasiswa Indonesia Cabang Semarang tanggal 19 Januari 2014
[2] Pemateri Prakondisi PETA II Serikat Mahasiswa Indonesia tanggal 19 Januari 2014
      [3] M. Harun Alrasyid, ZAMAN BERGERAK (Analisis Historis tentang Awal Perjuangan Politik Indonesia Masa Kolonialisme 1912 – 1926), http://www.ejournal-unisma.net/ojs/index.php/madani/article/download/180/167, (Online) diunduh tanggal 17 Januari 2014.
      [4] Ibid.
      [5] Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Serambi: Jakarta. 2008.
      [6] Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912 - 1926, Grafiti, 2005.

[7] Sarekat Islam, http://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam (online) diuduh pada tanggal 17 Januari 2014


[8] Soe Hok Gie, Di Bawah Lentera Merah, Yayasan Bentang Budaya Yogyakarta, 1992.

[9] Djamaluddin Tamim, Sejarah Partai Komunis Indonesia.

[10] Lihat website http://www.kumpulansejarah.com/2013/06/sejarah-singkat-berdirinya-nu-nahdlatul.html
[11] Lihat website http://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya-muhammadiyah-di-indonesia/
[12] Lihat website, http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Nasional_Indonesia
[13] Lihat website http://bulanbintang.wordpress.com/category/penyambung-lidah-masyumi/
[14] Lihat website, http://sokhi95.blogspot.com/2013/04/makalah-mengenai-orde-lama-orde-baru.html
[15] Hasibuan, Imran dkk. Hariman & Malari, Gelombang Aksi Mahasiswa Menetang Modal Asing. Jakarta: Q-Communication. 2011.
[16] Lihat website, http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_mahasiswa_Indonesia_1998

No comments:

Post a Comment

Lihat SMI Semarang Office di peta yang lebih besar