Monday, June 22, 2009

PARADIGMA SOSIAL MAHASISWA

Oleh : Moh. Harir


Mahasiswa adalah status yang dimiliki orang yang mejalani suatu pembelajaran dalam jenjang yang lebih tinggi melalui teori di bidang kekhususan.
Paradigma sosial mahasiswa merupakan suatu kerangka berfikir yang diikuti dengan kerja-kerja dalam memhami realita. Namun, yang terpentig arti mahasiswa disini dinamika kehidupan masyarakat yang ikut mewarnai corak kehidupan di dalamnya, karena ia berasal dari masyrakat dan kembali ke massa rakyat.
Mahasiswa mempunyai energi dan kekuatan tersendiri yang membuat dia sangat berpotensi. Mahasiswa mempunyai waktu luang untuk belajar, daya analisa yang dalam, dan berkontaminasi dengan struktur kekuasaan, memiliki tradisi berfikir kritis dan punya keberpihakan yang jelas. Sebuah kerangka berfikir kritis dan punya keberpihakan yang jelas. Sebuah kerangka berfikir Yang dimiliki oleh seorang mahsiswa sehingga mampu melihat sosial yang ada secara keseluruhn melalui kerja-kerja yang mengarah kepda perubahan untuk menciptakan suatu tatanan yang adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi, demokrasi secara politik, dan partisipatif secara budaya.
Fase pasca kemerdekaan sampai pergeseran fase keindonesiaan dari orde lama ke orde baru. Mahsiswa dianggap sebagai agent of change di tatanan masyarakat, karena dengan kekuatan mahsiswa yang memiliki perspektif yang sama guna menguh pola suatu system perubahan orde baru mamp untuk bersatu menju ke reformasi di dalam Negara Indonesia. Tujuan ketika seorang menjadi mahasiswa menerapkan tridarma perguruan tinggi, Yaitu : pendidikan penelitian dan pengabdian masyrakat.
Maksudnya adalah, saat mahasiswa sedang menempuh pendidikan, dengan seimbang. Dengan kata lain, mahasiswa tersebut dapat menganalisa baikdlam kehidupan sosial lainnya. Ketika mahasiswa tersebut luls dari perguruan tinjggi dapat menerapkan teori-teori yang telah didapatkan bekerja di dalam msyarakat dan dapat mengabdikan seiap hasil dari ilmu pengetahuan yang didpata dari perguruan tinggi kepda masyarakat secara penuh bukan sekedar mencari provide oriented semata.

Tipologi Mahasiswa
Orientasi mahasiswa pada umunya adalah untuk dapat memperoleh pekerjaan dengan posisi yang cukup baik, walaupun ada yang mempunyai tujuan-tujuan ideal lainnya, arientasi ini kemudian saling pengaruh mempengaruhi kondisi objektif yang mereka alami di kampus (kondisi birokrasi, kelembagaan dan hubunan sosial) proses dialektika tersebut kemudian secara umum melahirkan tipologi sbb:
1.Mahasiswa Profesional
Mahasiswa tipe ini adalah mahasiswa yang katifnya sebagian besar dipastikan untuk dapat memperoleh nilai yang baik, kerjanya belajar dan belajar, dan cenderung apatis terhadap masalah-masalah disekelilingnya.
2.Mahasiswa Pragmatis
Mahasiwa yan mengandalkan kecakapan mereka dalam berorientasi untuk dapat menonjol di antara kawan-kawannya, kecenderungan mereka adalah mencari muka di depan birokrat kampus.
3.Mahasiswa Trend Setter (hedonis)
Mahasiswa yang mengalamai dis orientasi dalam proses belajar mengajar dalam perkuliahan. Kerja mereka hanmya di isi dengan kegiatan happy fun dan berdandan habis-habisan.
4.Mahasiswa Kritis
Mahasiswa yang mempunyai kecenderunan berfikir, ia menjadi seorang yan mau memecahkan masalah-masalah yan dihadapi oleh komunitasnya. Mempunyai pandangan dan analisa yang mendalam persoalan-persoalan yang dihadapi baik di dunia kampus maupun di luar kampusnya.

Sesuai dengan pemaparan dari point-point sebelumnya adalah benar ketika kita lihat pada realita kondisi dalam kehidupan perkampusan ternyata banyak banyak macam-macam style / gaya hidup mahasiswa masa kekinian. Tentunya pada era ’70 pandangan & kehidupan seoranmg mahasiswa berbeda dengan mahasiswa saat ini yang hidup dan tumbuh di zaman globalisasi.
Pada kondisi kekinian pergeseran makna dan orientasi mahasiswa saat ini sudah semakin banyak kebutuhannya, ketika seseorang menjadi mahasiswa. Salah satu faktor yang dapat membentuk watak, pola pikir, dan tindakan manusia adalah lingkungan dan pergaulan. Artinya saat pembentukan proses jati diri seseorang tergantung darimana dia berasal dan dibesarkan. Pergeseran makna yang dimaksud adalah transisi jaman yang terus-menerus berkembang sesuai dengan kondisi dan pergaulan pasar internasional. Sebut sebagai contohnya mahasiswi yang menjadi perokok aktif pda fase itu adalah menjadi suatu hal yang tabu yang kemudian mahasiswi tersebut adalah emansipasi wanita untuk bebas berekspresi dan berkreasi. Hal yang ulas saat ini tidak terfokus dengan baku atau tidaknya contoh cass di atas, namun lebih ke transisi gaya pergaulan mahasiswa dulu dan sekarang.
Tidak lepas dari itu, tinjau dari sudut pandang kondisi situasi nasional di Negara Indonesia adalah salah satu engara konsumtif, baik secara perdagangan, produksi maupun distribusinya. Tak heran ketika masyarakat pun selalu dihadapkan dengan kondisi keinginan yang lebih tinggi dari kebutuhan pokoknya yang biasa dimasukkan ke dalam pepatah “Lebih besar pasak dari pada tiang”, misalnya saja seorang pekerja pabrik + Rp 900.000 menjalani kehidupan yang serba berkecukupan bahkan terkdang kekurangan, kenapa? Karena pekerja tersebut memiliki beberapa tanggung jawab untuk membayar semua kreditan motor, tv, kulkas, atau beberapa barang-barang elektronik lain-lainnya ditambah dengan bayaran sekolah anak, makan, dan kebutuhan sandang. Dalam arti dia harus bertarung dalam arti dengan kondisi kehidupan yang kekinian y ang disatu sisi menghadapkan kepada pilihan-pilihan hidup untuk lebih baik. Walaupun dengan mengkredit semua barang yang dikarenakan produk barang yang terus menerus hadir didepan dia. Maka siapa yang salah? Pekerja pun termasuk masyarakat yang ingin menikmati kehidupan.
Dengan contoh kasus di atas apabila kita relasikan dengan kondisi mahasiswa yang taraf hidupnya determinan ke batas normal adalah betapa beruntungnya kita dapat menikmati secara keseluruhan setiap kebutuhan yang kita ingginkan walaupun dengan ara bergantung pada keluarga orang tua. Data dari badan pusat statsitik mengungkapkan hanya sekitar + 9% masyarakat yang dapat menikmati taraf pendidikan yang layak dan itupun banyak hal yang harus dipenuhi dengan beberapa persyaratan administrasinya. Lebih condong menikmati style hedonisme adalah suatu hal yang lumrah, karena faktor objektiflah yang membuat para mahasiswa memiliki gaya hidup seperti itu. Menjadi suatu tuntunan jamanlah saat mahasiswa memiliki gaya hidup yang ingin terus mencoba hal yang baru dan membuang waktu yang membuat dirinya bosan dengan cara hang out keluar dari kehidupan rutinitasnya. Maka, merupakan hal yang patut disyukuri saat ini ketika berada dalam kehidupan kita hingga hari ini serba kecukupan.
“Budaya konsumtif yang ada dalam diri manusia tentunya tidak terlepas dari watak manusia sebagai makhluk yang hedonis dimana ras tidak puas akan sesuatu hal akan timbul dalam diri manusia, perkembangan sosial dan teknologi dalam masyarakat juga turut mempengaruhi di dalamnya, inilah yang akhirnya mempercepat lahirnya watak konsumtif dan budaya (brand it) khususnya dalam diri mahasiswa sebagai salah satu golongan menengah keatas yang ada di masyarakat, kondisi ini pun yang mengakibatkan semakin lebarnya jurang natara si kaya dengan si miskin”.
Mahasiswa dengan bangganya membeli dirinya dengan gelar sebagai agent of change dan agent of control tak mampu berbuat banyak atas segala bentuk ketimpangan dan ketertindasan ini. Karena sebagian besar lebih memilih berjuang demi kepentingan diri dan golongannya. Bagi mahasiswa kebanyakan, seakan-akan ketimpangan yang terjadi itu hanya menjadi urusan segelintir orang atau elit pemerintahan. Dan merasa tugas dan kewajibannya hanya masuk ruang kuliah, duduk, mendengarkan dengan baik dan mencatat dengan rapi apa yang disampaikan oleh dosen, habis itu pulang ke tumah atau ke kos atau nongkrong, tidur , ke kampus lagi, setiap hari selama di menjadi mahasiswa, siklus aktivitas di sekitar situ. Padahal di lingkungan kampusnya ada banyak persoalan dihadapi dan merugikan mereka yang tidak pernah di jawab oleh mahasiswa. Semisal; biaya pendidikan yang mahal dan tidak terjangkau oleh kalangan bawah smentara, hak kita untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, fasislitas yang memadaidan manunjang proses belajar mengajar, birokrasi kampus yang korup, pengambilan keputusan dan masih banyak lagi. Sungguh naas nasib kita (mahasiswa) membiarkan diri dijajah dalam bentuk-bentuk baru dan halus sungguh konyolnya kita yang membiarkan hak-hak kita dikebiri oleh orang lain.
Persoalan yang kita baca (mahasiswa) hadapi di dalam kampus tidak bisa di pandang secara sempit (semata-mata persoalan kampus) dan terlepaskna dengan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya diluar kampus. Karena; Pertama, kondisi objektif (kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya) yang terjadi di luat lingkungan kampus adalah faktor kuat yang mempengaruhi kondisi di internal dan tata kehidupan di dalam kampus. Kedua, ruang kehidupan mahasiswa ada dua, kampus dan masyarakat.
Lihat SMI Semarang Office di peta yang lebih besar