Monday, June 10, 2013

SMI Tolak Kenaikan Harga BBM 2013



Penghapusan Subsidi BBM adalah Jalan Lapang Liberalisasi
T.O.L.A.K Kenaikan Harga BBM

Dengan modus pasar bebas –yang sejatinya adalah kebebasan modal, mekanisme Migas Indonesia harus disamakan (mengikuti) dengan standar mekanisme internasional. Oleh karena itu, Migas merupakan bagian integral dari perdagangan bebas secara global. Kebebasan pasar inilah yang mendorong Migas menjadi komoditi yang mendatangkan keuntungan-keuntungan bagi para pelaku pasar (koorporasi).
Para elit, ahli ekonom liberal dan lembaga-lembaga internasional menyatakan bahwa “subsidi adalah kebijakan tidak rasional dan tidak berkeadilan. Pencabutan subsidi sektor Migas akan mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.” Hal ini menunjukan bahwa problem pasar bebas, salah satunya adalah subsidi. Bagi koorporasi, subsidi akan membatasi persaingan dan menghancurkan pasar. Oleh karena itu, agenda pasar bebas harus diikuti dengan penghapusan subsidi-subsidi publik.
Proyek penghapusan subsidi juga dilegitimasi dan didukung oleh lembaga-lembaga internasional. WTO sebagai lembaga dagang dunia, telah merubah barang publik menjadi barang privat yang bebas diperjual-belikan. Indonesia sebagai anggotanya, harus terus-menerus menjalankan agenda penghapusan subsidi terhadap sektor energi dan non-energi.
Dalam forum G-20 di Pittsburgh (2009) dan Gyeongju (2010), telah memaksa negara anggotanya, termasuk Indonesia, segera menghapus subsidi BBM secara bertahap. Kemudian intervensi serupa juga gencar dilakukan oleh lembaga seperti IMF, Bank Dunia, USAID dan ADB. Lembaga-lembaga tersebut memaksa pemerintah Indonesia segera menghapus subsidi energi paling lambat tahun 2014.
Selain melakukan penghapusan subsidi, pemerintah juga melakukan privatisasi dan kemudahan-kemudahan bagi para koorporasi-koorporasi untuk menanamkan modalnya. Hal ini diungkapkan oleh presiden SBY dalam pembukaan Konvensi dan Pameran Petroleum Assosiation (15/5) di Jakarta Convention Center, bahwa “pemerintah membuka peluang investasi Migas melalui penyederhanaan birokrasi perizinan dan memberikan insentif bagi perusahaan eksploitasi Migas.” Sehingga kebijakan tersebut merupakan jalan lapang bagi para pemodal untuk memonopoli dan mengekspor kapitalnya sebebas mungkin. Akibatnya, produksi Migas Indonesia menjadi ajang monopoli koorporasi-koorporasi internasional, diantaranya oleh PT Chevron asal Amerika Serikat yang menguasai 44 persan migas di Indonesia, lalu diikuti oleh E&P 10 persen, Conoco Philips 8 persen, Medco Energy 6 persen, China National Offshore Oil Corporation 5 persen, China National Petroleum Corporations 2 persen, British Petroleum, Vico Indonesia, dan Kedeco Energy masing-masing satu persen. Sementara perusahaan BUMN hanya mendapatkan porsi 16 persen. “Liberalisasi dan privatisasi menjadi problem utama dalam pengelolaan produksi Migas, dimana Negara melepaskan tanggungjawab pengelolaannya kepada swasta.”

Subsidi BBM Sumber APBN Defisit Adalah Sesat Pikir!
Kenaikan harga BBM merupakan bagian dari skema liberalisasi minyak Indonesia. Pemerintah akan menetapkan harga primium menjadi Rp. 6.500 per liter dan solar Rp. 5.500 per liter. Rencana kenaikan BBM tinggal menunggu persetujuan dari DPR tentang dana kompensasi. Kenaikan itu, rencananya, akan dieksekusi pada bulan Juni 2013, setelah pembahasan RAPBN-P 2013 selesai.
Alasan pemerintah bahwa subsidi BBM telah menyebabkan defisit APBN, sehingga perlu adanya kebijakan pengendalian anggaran subsidi BBM. Ketua DPR, Marzuki Ali sepakat dengan logika rencana kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Menurut Marzuki, “penyesuaian harga BBM bersubsidi menjadi pilihan pahit yang harus diambil untuk menyelamatkan APBN.” Namun jika dibandingkan dengan Angaran Belanja Negara, ternyata anggaran subsidi BBM lebih kecil. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer Ke Daerah sebesar 1.638,01 triliun rupiah. Kemudian Angaran Pembiayaan Dalam Negeri dan Luar Negeri sebesar 153,34 triliun rupih. Belum lagi pemerintah harus membayar hutang luar negeri beserta bunganya. Untuk tahun 2012, porsi pembayaran utang mencapai   Rp113,2 triliun dari APBN. Sedangkan alokasi anggaran subsidi BBM dan tabung LPG 3 Kg hanya 193,80 triliun rupiah.
Sehingga dapat disimpulkan, alasan pemerintah bahwa anggaran subsidi BBM menyebabkan defisit APBN tidaklah benar, justru anggaran belanja negara, terutama untuk pembiayaan aparatus negara dan pegawai yang terlalu besar. Belum lagi pendapatan negara, terutama dari pajak terus-menerus di korupsi oleh aparatus negara.
Solusi untuk agar APBN tidak defisit adalah menekan pengeluaran belanja negara yang tidak penting dan menghapus hutang luar negeri. Kemudian dalam memperbesar pendapatan negara selain pajak, adalah dengan menasionalisasi aset-aset vital dan membangun industrilisasi nasional. Jika itu dilakukan, tidak adalagi ‘kambing hitam” APBN defisit.
BBM Naik, Bukan Kesejahteraan yang Didapat Melainkan Kemiskinan!
Kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga barang, termasuk kebutuhan pokok rakyat. Selanjut, kenaikan harga barang ini akan memicu kenaikan biaya hidup lainnya, seperti sewa kontrakan, perabotan dan barang rumah tangga. Ironisnya, belum dinaikan saja barang kebutuhan pokok sudah mulai naik. Apalagi jika BBM dinaikan, rakyat akan semakin dimiskinkan.
Kemudian Kenaikan harga BBM juga akan mendorong kenaikan tarif angkutan umum dan alat transportasi lainnya. Akibatnya, pengeluaran rakyat untuk urusan transportasi akan meningkat, seperti ongkos bepergian, transportasi berangkat ke tempat kerja, dan ongkos transportasi anak bersekolah.
Kenaikan upah 2013 tidak bisa menjawab persoalan yang muncul akibat kenaikan harga BBM. Kenyataannya, upah 2013 mayoritas mengalami penangguhan oleh para pengusaha dengan alasan upah 2013 terlalu besar. Dengan naiknya harga BBM, dipastikan pengusaha akan melakukan efisiensi-efisiensi. Dengan kambing hitam kenaikan harga BBM, pengusaha akan melakukan pemangkasan hak-hak buruh dan pemutusan hubungan kerja massal.
Partai dan Elit Pendukung Kenaikan Harga BBM, Tinggalkan!
Partai elit merupakan perkakas dari kelas yang berkuasa. Kenaikan harga BBM sejatinya adalah kehendak kelas kapitalis, lewat partai elit dan eli-elit polik-lah kenaikan BBM mendapatkan legitimasi. Partai demokrat, sebagai partai penguasa, tentu akan menjadi barisan terdepan pendukung rencana kenaikan BBM oleh presiden SBY.
Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Umum PAN (Partai Amanan Nasional), selalu menjadi corong dari setiap kebijakan pemerintah. Terkait rencana kenaikan BBM, Hatta Rajasa meyakinkan rakyat bahwa kenaikan BBM adalah keharusan. Ia pun menyatakan, bahwa penetapan kenaikan BBM tinggal menunggu persetujuan DPR.
Untuk meloloskan RAPBN-P terkait pengendalian anggaran subsidi BBM, presiden SBY menunjuk Chatib Basri sebagai Menteri Keuangan yang baru. Chatib Basri merupakan elit yang pro terhadap liberalisasi dan investasi. Sebelum ditunjuk sebagai menteri keuangan, Chatib Basri merupakan kepala badan koordinasi penanaman modal yang memiliki kedekatan dengan koorporasi-koorporasi.
Kemudian usai bertemu SBY pada 8 Mei 2013, Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie mengungkapkan partainya mendukung kenaikan BBM dan program BLSM (Bantuan Langgsung Sementara Masyarakat). Dalam rapat Sekretariat Gabungan, Aburizal Bakrie dua kali menjadi pimpinan sidang guna membantu pemerintah melobi partai koalisi untuk mendukung kebijakan kenaikan harga BBM.
Pimpinan DPR pun yang katanya sebagai “penyambung lidah rakyat” ternyata merestui rencana kenaikan harga BBM. Dan tugas DPR selanjutnya adalah mengotak-atik RAPBN-P agar kenaikan harga BBM berjalan dengan mulus. DPR sebagai Wakil Rakyat, kini telah menghianati dan menjerumuskan rakyat pada lubang kemiskinan. Sehingga Partai Elit gagal menjalankan fungsi politiknya. Partai yang harusnya melahirkan kader yang melayani rakyat dalam mewujudkan kesejahteraan, justru banyak kader partai menjadi mungsuh rakyat.
Irosnisnya, ditengah-tengah kemiskinan rakyat, partai elit dan elit yang berada di Senayan telah berupah menjadi gerombolan para koruptor. Sederet kasus korupsi yang dilakukan oleh partai-partai elit telah membuka borok, yakni buruknya tata kelola dan keberpihakan partai terhadap rakyat.
T.O.L.A.K Kenaikan Harga BBM!
Mayoritas rakyat menolak kebijakan kenaikan harga BBM. Berdasarkan hasil survei LSN, sebanyak 86,1% dengan tegas menyatakan tidak setuju terhadap kebijakan pemerintah tersebut. Maka semakin terang, bahwa kepentingan-kepentingan rakyat akan saling berlawanan dengan kepentangan-kepentingan para partai elit dan kelas borjuasi. Kepentingan rakyat adalah menghendaki kesejahteraan, sedangkan kepentingan para elit dan borjuasi adalah meliberalisasikan minyak Indonesia dengan menaikan harga BBM. Kebijakan ini akan membuat rakyat semakin miskin dan jauh dari kesejahteraan.
Kemudian kebijakan kenaikan harga BBM harus di T.O.L.A.K. dan N.A.S.I.O.N.A.L.I.S.A.S.I aset-aset vital (termasuk Migas) harus segera dilakukan oleh negara. Tentu penolakan kenaikan harga BBM dan tuntutan Nasionalisasi harus besar, sehingga membutuhkan mobilisasi gerakan secara nasional. Bahkan gerakan nasional penolakan kenaikan harga BBM ini, akan dapat menjadi ekspresi rakyat untuk mendeligitimasi rezim dan partai elit yang tidak berpihak terhadap rakyat. Serta penolakan ini menjadi awal konsolidasi secara nasional dalam membangun kekuatan politik guna menolak pemilu borjuasi 2014.

Departemen Pendidikan dan Propaganda (DPP)
Serikat Mahasiswa Idonesia Cabang Semarang

No comments:

Post a Comment

Lihat SMI Semarang Office di peta yang lebih besar