Tuesday, October 19, 2010

AKSI KAMPUS KOMISARIAT UNISSULA SEMARANG

Kapitalisasi Pendidikan Telah Merampas Hak Rakyat Atas Pendidikan
Pernyataan Sikap Atas
 Keberingasan Praktek Kapitalisasi Pendidikan Di Indonesia
Di Bawah Rezim Neoliberal SBY-Budiono, Antek Kaum Modal


Salam Pembebasan Nasional!
Sejarah peradaban bangsa di dunia tidaklah terlepas dari peran penting pendidikan sebagai penyokong akan suatu konsepsi tatanan suatu bangsa yang dicita-citakan. Karena sungguh tidak memungkinkan membangun, memajukan peradaban bangsa dan mensejahterakan rakyat tanpa adanya pendidikan. Maka tentu dan menjadi hal yang niscaya untuk membangun budaya belajar atau berfikir rakyat yang tinggi dari suatu institusi pendidikan (formal maupun non formal) artinya bahwa tidak ada alasan apapun untuk mengatakan pendidikan itu tidak penting sehingga tidak diperhatikan, tidak ada political will Negara untuk memajukan pendidikan jika demikian maka hanya akan melahirkan kehancuran peradaban tinggal menunggu hitungan waktu karena pada hakikatnya manusia adalah bekerja dan berfikir untuk cita-cita bersama yaitu memajukan masyarakatnya.
Arah Kebijakan Pendidikan Neoliberalisme
Hal itu sungguh sangat berbeda dengan situasi pendidikan nasional Indonesia dengan secara jujur harus diakaui sampai masa kepemimpinan SBY-Boediono jilid II tidak mampu menghasilkan output yang mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju, membangun masyarakat bertatanan adil dan makmur, singkatnya tidak mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, akan tetapi hanya menghasilkan output yang korup-menjarah uang rakyat, berfikir untuk kepentingan kenyamanan pribadi dan bekerja dengan cara menghisap rakyat (buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota dll), pembohong alias penipu rakyat dengan bahasa halus berupa janji-janji keluar dari mulut busuk para penjarah. Tidak cukup sulit untuk membuktikan itu, pertama dari segi politik, rezim borjuasi SBY-Boediono masih mempertahankan, menjalankan UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah seperti PP No 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, keputusan Menteri dan regulasi-regulasi  lainnya, kesemua regulasi tersebut adalah mensyaratkan lahirnya liberalisasi sektor pendidikan dalam artian memberikan legitimasi secara hukum seperti praktik BLU (Badan Layanan Umum) contohnya praktik BLU di Universitas Lampung, Universitas Mataram-NTB, Surabaya dll, otonomi kampus, UU No 09 2009 BHP yang akhirnya batal demi hukum, hadirnya lembaga-lembaga perbankkan untuk keperluan sirkulasi modal tingkat satuan pendidikan semuanya sebagai dasar dari keperluan keuntungan (profit oriented).

Segi lainnya adalah persoalan anggaran pendidikan, Negara dalam hal ini rezim borjuasi secara sengaja melanggar UUD 1945 yang mewajibkan Negara untuk merealisasikan anggaran minimal sebesar 20%, pada kenyataannya tidak terjadi, dengan teriakan lantang sang penguasa mengatakan bahwa anggaran pendidikan sudah  terealisasi sepenuhnya padahal didalam 20% terdapat gaji guru, biaya iklan, dalam APBN 2010 angaran pendidikan mengalami penurunan, sekedar sebagai contoh APBD untuk pendidikan sebesar 32% yang di publikasikan oleh dinas pendidikan Surabaya ternyata merupakan satu kebohongan belaka, karena 32% (Rp 876 Miliar) dari total APBD yang berjumlah 3,8 trilyun ketika diperinci 545 miliar yang merupakan belanja tidak langsung dialokasikan untuk memberikan gaji pegawai atau guru sedangkan yang merupakan substansi dari upaya peningkatan pendidikan di Surabaya hanya 322 miliar yang berkisar hanya 18% dari total APBD.

Segi mutu atau kualitas, Negara sampai dengan detik ini tidak mampu memajukan pendidikan nasional artinya output pendidikan tidak mampu memberikan jaminan bahwa masyarakat Indonesia akan lebih baik-sejahtera secara ekonomi, adil secara sosial, Demokratis secara politik dan partisipatif secara budaya serta output pendidikan sampai detik ini pun masih berbanding jauh dengan pendidikan Negara-negara lain. Hal ini menandakan bahwa campur tangan Negara dengan kata lain political will penguasa sungguh sangat minimalis bahkan sedang menuju proses liberalisasi pendidikan sepenuhnya yang nantinya tunduk pada mekanisme dan hukum pasar layaknya seperti perusahaan yang sepenuhnya profit oriented dengan tunduk pada mekanisme pasar.

Kontaminasi sektor pendidikan sebagai institusi pemanusiaan manusia tidak lah terlepas dari suatu design atau kepentingan para pemodal selaku pemegang dominasi peran kepentingan ekonomi politik di negeri ini. Kita tentu tidak lupa dan mungkin akan selalu kita ingat bersama bahwa kapitalisme melalui perangkat keras maupun perangkat lunaknya seperti; WTO (World Trade Organitation), di mana semua anggota-angggotanya termasuk Indonesia di dalamnya sudah menandatangani GATS (General Agreement on Trade  and Services) yang mengatur tentang liberalisasi di segala sektor termasuk sektor jasa salah satunya jasa pendidikan. Artinya sector pendidikan akan didesign atau dirancang untuk menjadi suatu industri jasa yang akan bertarung di pasar seperti halnya sektor-sektor lainnya dan tunduk dengan segala hukum-hukum pasarnya. Tentunya tidak hanya atas dasar profit oriented tapi pendidikan akan berperan sebagai institusi yang mempu menghasilkan tenaga kerja cerdas dengan skill dan kemampuan teoritis handal untuk mengisi industri-industri di segala sector di mana modal bersarang, sama halnya dengan situasi pendidikan pada masa colonial di mana masyarakat pribumi diberikan akses pendidikan hanya untuk kepentingan tenaga kerja yang bisa baca-tulis bukan hadiah ataupun niat baik penjajah atas kerja Rakyat Indonesia. Begitu juga situasi pendidikan sekarang hanya diposisikan sebagai lembaga penyalur tenaga kerja yang mengamini kapitalisme sebagai system jalan keluar penyelamat rakyat dari keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan, maka institusi pendidikan tidak lah lebih dari sekedar lembaga hegemoni pemodal dan peserta didik menjadi tentara cadangan industri belaka.

Atas dasar situasi tersebut pendidikan nasional Indonesia berada pada tahap kapitalisasi di mana pendidikan diposisikan sebagai penghasil keuntungan dan penyalur tenaga kerja siap bekerja dengan upah murah ditengah sempitnya lapangan kerja, regulasi yang tidak berpihak pada kelas pekerja. Pada tahap kapitalisasi pendidikan menyisakan banyak persoalan-persoalan di semua tingkatan  satuan pendidikan. Beberapa dampak yang dilahirkan adalah sebagai berikut :

  1. Dari segi akses pendidikan, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang tidak mampu menikmati pendidikan disebabkan karena persoalan mahalnya biaya pendidikan, yang mampu menikmati pendidikan pun tidak sedikit yang putus sekolah juga karena persoalan tidak mampu membayar SPP, uang praktik dan lain-lain. Ditingkat perguruan tinggi kecenderungannya secara umum setiap tahunnya mengalami kenaikan. Sedangkan jaminan akan mutu/kualitas diabaikan begitu saja, sekedar contoh kasus akreditasi kampus Universitas Muhammadiyah Mataram fakultas sejarah dan matematika, IKIP mataram fakultas Fisika, Universitas Mataram fakultas pertanian jurusan perikanan, FKIP jurusan PAUD dll tidak memiliki izin operasional nasib mahasiswa pun tidak jelas akan dikemanakan.
  2. Segi fasilitas, pendidikan nasional secara keumuman menunjukkan ketimpangan antara sekolah di desa dengan kota, sekolah berstandar international dengan standar nasional, kampus swasta dengan negeri, tidak hanya baik desa, kota maupun kampus (perguruan tinggi) tidak juga menunjukkan kelayakan semestinya mendukung proses pembelajaran dan peningkatan mutu seperti laboratarium, ruang belajar, perpustakaan, fasilitas pendukung lainnya, dll.
  3. Persoalan Demokratisasi. Adanya kasus-kasus refresifitas terhadap mahasiswa, siswa membuktikan bahwa pendidikan tidak demokratis dan ternyata pada praktiknya hanya mengekang siswa, mahasiswa untuk berekspresi, bebas menyampaikan pendapat justru dibalas dengan ancaman seperti putus sekolah, DO ancaman nilai. Hal ini juga berlaku pada proses pembelajaran di mana ruang kelas tidak mampu menghadirkan pembelajaran dialogis tapi hanya transfer ilmu itu pun dengan teks book-tidak berangkat dari realitas padahal ilmu pengetahuan lahir dari praktik/realitas social masyarakatnya, cara ini pantas disebut sebagai model Bank yang bekerja sebagai lembaga transfer uang antar orang. Sehingga siswa dan mahasiswa tetap sebagai obyek bukan berposisi sama-sama sebagai subyek pendidikan itu sendiri.  
  4. Segi orientasi, pendidikan berorientasi pada kepentingan pemodal dan rezim borjuasi bukan bervisi kerakyatan dengan kata lain ilmu pengetahuan semestinya mengabdi pada kepentingan, keperluan hidup rakyat.
Setidaknya beberapa persoalan di atas bagian kecil dari banyaknya persoalan pendidikan nasional akibat dari kapitalisasi pendidikan, sementara program rezim menjawab banyaknya persoalan pendidikan nasional detik ini pun hanyalah sebuah formalitas belaka sebagai topeng mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat. Diantara program rezim seperti penetapan mutu standar nasional melalui Ujian Nasional (UN) sebaliknya menyisakan banyak persoalan baik fsikomotorik, affektif dan motorik, ironisnya UN menjadi momok menakutkan dan trauma masyarakat khususnya peserta didik, program lain seperti BOS tidak juga memberikan jaminan akan pemerataan akses pendidikan sebaliknya yang muncul adalah kemana dana BOS dan untuk keperluan apa disalurkan, program wajib belajar 9 tahun tidak memiliki arti signifikan untuk menjawab hak asasi rakyat Indonesia akan pendidikan dan juga tidak berarti apa-apa bagi perbaikan hidup rakyat.  
Sementara di sektor perburuhan, masih terjadi praktik ekploitasi hak buruh oleh kaum pemodal (kapitalis), diantaranya PHK secara massal, upah tidak layak, sistem kerja kontrak dan outsourcing, pemberangusan serikat buruh. Begitu juga di sektor pertanian, terjadi perampasan tanah yang dilakukan oleh negara maupun perusahaan-perusahaan perkebunan swasta, harga pupuk yang mahal. Disamping itu juga penggusuran PKL di kota-kota dan anak-anak jalanan yang masih dalam usia sekolah, dan kaum tertindas lainnya. Dan Tentunya mereka semua memiliki kepentingan juga terhadap pendidikan, namun mereka tidak sanggup mengaksesnya. Kenapa? Karena pemerintahan kita lebih suka berkompromi dan mengabdi kepada kaum pemodal (kapitalis). Bahkan praktik penindasan di atas disahkan dalam bentuk UU, seperti UU. No. 13/2003 (ketenagakerjaan), UU Penanaman Modal, UU No. 20/2003 (Sisdiknas) dan segudang UU lainnya.

Atas dasar situasi singkat pendidikan nasional di atas sudah terang dan jelas bahwa Negara pada prinsipnya mau melepaskan tanggungjawab terhadap dunia pendidikan dan kami SERIKAT MAHASISWA INDONESIA menyatakan sikap “LAWAN SEGALA BENTUK KAPITALISASI PENDIDIKAN” dan Menuntut :

  1. Negara Wajib Menyelenggarakan Pendidikan Gratis dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi, ilmiah, Demokratis, dan Bervisi Kerakyatan.
  2. Negara wajib mengatur Hak Rakyat atas Pendidikan Menjadi Program Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat.
  3. Bangun Undang-undang Sisitem Pendidikan Pro Rakyat
  4. Berikan Jaminan Kebebasan Berekspresi, Berpendapat dan berorganisasi kepada seluruh mahasiswa di kampus.
  5. Laksanakan demokratisasi kampus yang berbasis partisipatoris.
  6. Menyerukan kepada seluruh rakyat indonesia dan khususnya Mahasiswa se-indonesia untuk melawan segala bentuk kapitalisasi pendidikan !
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Negara dalam merealisasikan Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis dan Bervisi Kerakyatan
Negara sebenarnya mampu untuk merealisasikan pendidikan gratis ketika mau melaksanakan beberapa program-program strategis yang sangat besar manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat, beberapa program strategis yaitu :
  1. Laksanakan Reforma Agraria Sejati
  2. Bangun industrialisasi nasional yang kerakyatan
  3. Melakukan Nasionalisasi aset-aset penting (Pertambangan dll)
Serta beberapa program sumber pembiayaan negara dan program pendukung lainnya yaitu :
  1. Menyita semua asset koruptor untuk subsidi pendidikan
  2. Bersedia melakukan penghapusan utang luar negeri yang selama ini selalu menguras APBN.
  3. Tolak campur tangan IMF, WTO, WB dan putuskan hubungan diplomatik dengan negara-negara Imperialis.

Yang kemudian hasil-hasilnya di alokasikan untuk membiayai pelayanan social terhadap rakyat termasuk salah satunya pendidikan. Artinya semua tingkat satuan pendidikan yang hari ini berstatus negeri maupun swasta harus disubsidi oleh Negara sepenuhnya, karena pada prinsipnya pendidikan nasional adalah menjadi tanggung jawab Negara ! Namun pemerintahan yang seperti apa yang mampu melaksanakan program-program tersebut ? Apakah pemerintahan SBY-Budiono juga bersedia? Tentunya yang sanggup melaksanakan hanyalah pemerintahan yang bersifat kerakyatan dan bukan pemerintahan yang dipimpin oleh borjuasi komparador, yang mengadi kepada kaum pemodal.

Selanjutnya selain pendidikan harus gratis juga harus ilmiah, dalam hal ini maka setiap satuan pendidikan juga harus ditopang dengan kurikulum pendidikan yang mencakup sisi kognitif, psikomotorik, afektif dan harus aplikatif di tingkatan masyarakat serta sangat berguna bagi kemajuan sebuah bangsa dan tentunya menggunakan metode pengajaran yang mencerdaskan sehingga out put nya mampu mencetak tenaga-tenaga produktif rakyat.

Bagaimana pendidikan yang demokratis ? adalah suatu system pendidikan yang partisipatif dalam semua ruang-ruang akademik baik dalam gaya belajar mengajar maupun tatacara pengambilan kebijakan ditingkat satuan pendidikan, artinya setiap pengambilan kebijakan di tiap kampus ataupun sekolah harus melibatkan mahasiswa atau pelajar yang ada di satuan pendidikan tersebut, sehingga tidak dilakukan secara sepihak. Selain itu juga wajib hukumnya untuk memberikan jaminan kebebasan Berekspresi, Berpendapat dan Berorganisasi di Kampus, sebagai syarat pokok bagi terciptanya Demokratisasi Kampus !

Mengapa pendidikan harus Bervisi kerakyatan ? karena esensi dari suatu pendidikan adalah untuk “memanusiakan manusia” sehingga system pendidikannya juga harus mampu mencetak tenaga-tenaga produktif yang maju dan tentunya mempunyai keberpihakan terhadap rakyat. Artinya bahwa SDM yang dilahirkan dari system pendidikan yang ada tersebut mempunyai orientasi untuk mengabdikan pengetahuannya demi memajukan kehidupan rakyat.

Demikian pernyataan sikap SMI atas situasi pendidikan saat ini, galang persatuan perjuangan untuk Lwan Kapitalisasi Pendidikan di bawah Rezim Neoliberalisme Antek Kaum Modal!

Semarang, 19 Oktober 2010
Korlap

Muhammad Harir

Lihat SMI Semarang Office di peta yang lebih besar