- GLOBAL WAVE of ACTION for FREE EDUCATION Nov.17th - Nov.23rd 2013
- Lihat Kumpulan Desain Terbaru SMI Semarang Di Page Facebook SMI grafis
- Konsistensi Perlawanan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Terhadap Kapitalisasi Pendidikan
- Statement Tolak Kenaikan Harga BBM 2013
- UU PT DISAHKAN : MALAPETAKA BAGI RAKYAT INDONESIA
Monday, June 10, 2013
SMI Tolak Kenaikan Harga BBM 2013
Penghapusan
Subsidi BBM adalah Jalan Lapang Liberalisasi
T.O.L.A.K
Kenaikan Harga BBM
Dengan modus
pasar bebas –yang sejatinya adalah kebebasan modal, mekanisme Migas Indonesia harus
disamakan (mengikuti) dengan standar mekanisme internasional. Oleh karena itu, Migas
merupakan bagian integral dari perdagangan bebas secara global. Kebebasan pasar
inilah yang mendorong Migas menjadi komoditi yang mendatangkan
keuntungan-keuntungan bagi para pelaku pasar (koorporasi).
Para elit, ahli ekonom liberal dan
lembaga-lembaga internasional menyatakan bahwa “subsidi adalah kebijakan tidak rasional dan tidak berkeadilan.
Pencabutan subsidi sektor Migas akan mewujudkan ketahanan dan kemandirian
energi nasional.” Hal ini menunjukan bahwa problem pasar bebas, salah satunya
adalah subsidi. Bagi koorporasi, subsidi akan membatasi persaingan dan
menghancurkan pasar. Oleh karena itu, agenda pasar bebas harus diikuti dengan
penghapusan subsidi-subsidi publik.
Proyek penghapusan
subsidi juga dilegitimasi dan didukung oleh lembaga-lembaga internasional. WTO
sebagai lembaga dagang dunia, telah merubah barang publik menjadi barang privat
yang bebas diperjual-belikan. Indonesia sebagai anggotanya, harus terus-menerus
menjalankan agenda penghapusan subsidi terhadap sektor energi dan non-energi.
Dalam forum G-20 di Pittsburgh
(2009) dan Gyeongju (2010), telah memaksa negara anggotanya, termasuk
Indonesia, segera menghapus subsidi BBM secara bertahap. Kemudian intervensi
serupa juga gencar dilakukan oleh lembaga seperti IMF, Bank Dunia, USAID dan
ADB. Lembaga-lembaga tersebut memaksa pemerintah Indonesia segera menghapus
subsidi energi paling lambat tahun 2014.
Selain melakukan penghapusan
subsidi, pemerintah juga melakukan privatisasi dan kemudahan-kemudahan bagi
para koorporasi-koorporasi untuk menanamkan modalnya. Hal ini diungkapkan oleh
presiden SBY dalam pembukaan Konvensi dan
Pameran Petroleum Assosiation (15/5) di Jakarta Convention Center, bahwa
“pemerintah membuka peluang investasi Migas melalui penyederhanaan birokrasi
perizinan dan memberikan insentif bagi perusahaan eksploitasi Migas.” Sehingga kebijakan tersebut merupakan
jalan lapang bagi para pemodal untuk memonopoli dan mengekspor kapitalnya
sebebas mungkin. Akibatnya, produksi Migas Indonesia menjadi ajang monopoli
koorporasi-koorporasi internasional, diantaranya oleh PT Chevron asal
Amerika Serikat yang menguasai 44 persan migas di Indonesia, lalu diikuti oleh
E&P 10 persen, Conoco Philips 8 persen, Medco Energy 6
persen, China National Offshore Oil Corporation 5 persen, China National
Petroleum Corporations 2 persen, British Petroleum, Vico
Indonesia, dan Kedeco Energy masing-masing satu persen. Sementara
perusahaan BUMN hanya mendapatkan porsi 16 persen. “Liberalisasi dan privatisasi menjadi problem utama dalam pengelolaan
produksi Migas, dimana Negara melepaskan tanggungjawab pengelolaannya kepada
swasta.”
Subscribe to:
Posts (Atom)
Lihat SMI Semarang Office di peta yang lebih besar