Eskalasi kekerasan yang semakin meningkat akhir-akhir ini terjadi
antara lain karena rakyat sudah tak mau lagi di eksploitasi, sementara
itu aparat dan pemerintah tidak mau berpihak kepada rakyat. Akibatnya
konflik yang terjadi selalu rakyat dirugikan dan selalu disalahkan. Penyelesaian kasus yang dilakukan oleh pemerintah dan Tim Pencari
Fakta pun hanya menjelaskan soal kekerasan, pelaku yang sudah tahan
hingga pendataan jumlah korban meninggal maupun luka-luka, tidak
menyentuh akar persoalan penyebab konflik itu terjadi. Bahkan dalam
penyelesaian kasus, rakyat sering dirugikan dengan dituduh melanggar
hukum, ketertiban umum sehingga muncul kesimpulan dari aparat maupun
pemerintah bahwa rakyatlah yang bersalah dan pantas untuk di tindak
tegas.
Tindakan kekerasan oleh aparat kepolisian terhadap rakyat di Bima,
Nusa Tenggara Barat pada tanggal 24 Desember 2011, tidak saja berada di
luar prosedur tapi sudah masuk pada tindakan yang brutal [barbar] yakni
dengan menembaki rakyat secara membabi-buta. Dari kekerasan aparat
kepolisian tersebut telah mengakibatkan 3 orang meninggal, yaitu Arif
Rahman [18], Syaiful [17] dan Syarifudin [46] serta 1 orang masih hilang
yaitu Nasrullah [30]. Selain korban meninggal, ada sekitar 30 orang
korban luka tembak. Disamping itu juga, kawan aktivis mahasiswa ang masih dalam tahanan yaitu :
a.
Agam
Anantama (19th) STKIP Bima
b.
Musmujiono
(21th) STKIP Bima
c.
Hairul
Ismail (21th) STKIP Bima
d.
M.
Landa (22th) STKIP Bima
e.
Hermansyah
(21th) STKIP Bima
f.
Muhri
(21th) STKIP Bima
g.
Irawan
(21th) STKIP Bima
h.
A.
Kadir (21th) STISIP Mbojo
i.
Firhadis
(33th) STISIP Mbojo
Awal persoalan tersebut tidak terlepas dari keberadaan PT. Sumber
Mineral Nusantara [PT.SMN] yang dengan SK Bupati No. 188 tertanggal 28
April 2010 atas eksplorasi tambang emas dinilai merugikan rakyat.
Belajar dari pengalaman PT. Freeport Indonesia yang melakukan eksplorasi
tambang emas dipapua tidak memberikan kesejahteraan bagi rakyat papua
maupun bagi Negara. Oleh karenanya, berdirinya perusahaan tambang di
Bima yang dikuasi korporasi swasta pantas ditolak, sebab mereka akan
mementingkan dirinya sendiri dengan merauk keuntungan semata dan
sementara rakyat tetap miskin.
Oleh karena itu, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DPR RI/ DPRD
Bima, Aparat Kepolisian, serta KOMNAS HAM harus memandang persoalan
secara mendasar yaitu persoalan penolakan tambang ini karena tambang di
kuasai oleh segelintir orang yang akan merugikan mayoritas rakyat Bima.
Dan prinsipnya adalah rakyat Bima menginginkan kesejahteran bukan
penindasan.
Mengenai industri tambang, seharusnya peran pemerintah adalah
membangun industrialisasi nasional yang mandiri, berorientasi kerakyatan
serta menasionalisasi perusahan-perusahan tambang dibawan kekuatan dan
kontrol rakyat.
Maka oleh karena itu kami dari Serikat Mahasiswa Indonesia menuntut:
- Cabut SK Bupati No. 188.45/357/004/2010 Tentang Ekplorasi Tambang
- Usut Tuntas dan adili Bupati dan KAPOLDA Bima atas pelanggaran HAM atas rakyat Bima.
- Nasionalisasi aset-aset vital [termasuk tambang emas] dibawah kontrol rakyat.
- Bebaskan 9 Aktivis mahasiswa Bima.
- Berikan jaminan kebebasan berpendapat, berekspresi dan berorganisasi.
- Tolak segala bentuk represifitas dari aparat.
- Tolak UU Pengadaan Tanah.
Semarang, 23 Januari 2012
Korlap
Darma Antony
No comments:
Post a Comment