Thursday, October 7, 2010

GAYA HIDUP DAN PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA

Oleh : Muhammad Harir

Terdapat banyak cerita dalam kehidupan kaum intelektual di kalangan akademik, sisi kehidupan mahasiswa saat ini telah dihadapkan pada berbagai godaan yang menarik dan menggiurkan sehingga bisa menyimpang dari idealisme hakiki manusia. Gaya hidup mahasiswa adalah gaya hidup kelas menengah ke atas yang dicirikan dengan kemampuan mengonsumsi produk dan gaya hidup yang serba modern. Mahasiswa sering kali digambarkan sibuk mengejar urusan cinta dengan gaya hidup yang menonjolkan tampilan fisik. Sihir modernisasi melahirkan status quo bagi anak2 muda yang beruntung memiliki orang tua yang mapan secara ekonomi. Mereka yang tercukupi hidupnya dengan berbagai material tak merasakan kontradiksi ekonomi yang sama dengan mahasiswa (maaf) miskin, sehingga membuat mereka ogah-ogahan memikirkan nasib saudaranya yang kurang beruntung. Kesibukan mereka hanya satu, bagaimana menyelesaikan kuliah dengan cepat hingga mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa harus terlibat masalah dengan kehidupan social bermasyarakat.

Bukannya melempar kesalahan terhadap mereka yang beruntung secara ekonomi, mengingat kehadiran salah satu subkultur yang telah diakui perlawanannya terhadap ketidakadilan sosial lahir dari anak muda yang memilih meninggalkan kemapanan ekominya. Tetapi, Lebih celaka lagi bagi mereka yang kurang beruntung yang hanya tinggal diam dengan keadaannya. Kalau melihat kehidupan kalangan mahasiswa di tataran akademik sudah termoderasi oleh budaya konsumerisme. Kehidupan mahasiswa pada hari ini tidak jauh berbeda dari kehidupan siswa yang masih mengenyam sekolah menegah keatas. Pergi kuliah, kemudian mencatat apa saja yang keluar dari mulut dosen lengkap dengan titik komanya. Kegiatan yang paling digemari bila kuliah usai duduk berkelompok kelompok, bukan mendiskusikan tentang masalah perkuliahan tetapi hanya cenderung bersifat kelakar, ledek meledek. Ada yang mendengar tentu ada yang jadi tukang cerita. Setelah jam kuliah usai mereka langsung kembali ke kostnya masing-masing, Itu seperti halnya mahasiswa (kupu-kupu). Padahal di lingkungan kampusnya ada banyak persoalan dihadapi dan merugikan mereka yang tidak pernah di jawab oleh mahasiswa. Semisal; biaya pendidikan yang mahal dan tidak terjangkau oleh kalangan bawah smentara, hak kita untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, fasislitas yang memadaidan manunjang proses belajar mengajar, birokrasi kampus yang korup, pengambilan keputusan dan masih banyak lagi. Sungguh naas nasib kita (mahasiswa) membiarkan diri dijajah dalam bentuk-bentuk baru dan halus sungguh konyolnya kita yang membiarkan hak-hak kita dikebiri oleh orang lain.

“Budaya konsumtif yang ada dalam diri manusia tentunya tidak terlepas dari watak manusia sebagai makhluk yang hedonis dimana ras tidak puas akan sesuatu hal akan timbul dalam diri manusia, perkembangan sosial dan teknologi dalam masyarakat juga turut mempengaruhi di dalamnya, inilah yang akhirnya mempercepat lahirnya watak konsumtif dan budaya (brand it) khususnya dalam diri mahasiswa sebagai salah satu golongan menengah keatas yang ada di masyarakat, kondisi ini pun yang mengakibatkan semakin lebarnya jurang natara si kaya dengan si miskin”. Persoalan yang mahasiswa hadapi di dalam kampus tidak bisa di pandang secara sempit dan terlepaskan dengan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya diluar kampus. Karena; Pertama, kondisi objektif (kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya) yang terjadi di luat lingkungan kampus adalah faktor kuat yang mempengaruhi kondisi di internal dan tata kehidupan di dalam kampus. Kedua, ruang kehidupan mahasiswa ada dua, kampus dan masyarakat.

Wednesday, September 15, 2010

Mengapa Pendidikan Mahal ?

“Mengapa Pendidikan Kita Mahal” ??
Makna pendidikan !
Pendidikan merupakan proses yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam rangka menyiapkan generasi penerusnya agar dapat bersosialisasi dan beradaptasi dalam budaya yang mereka anut.
Pendidikan juga banyak dipahami sebagai wahana untuk menyalurkan ilmu pengetahuan, alat pembentukan watak, alat pelatihan ketrampilan , alat mengasah otak, serta media untuk meningkatkan ketrampilan kerja. Sementara bagi faham lain, pendidikan lebih diyakini sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat meningkatkan taraf ekonomi, alat mengurangi kemiskinan, alat mengangkat status sosial,menguasai teknologi,serta untuk menguak rahasia alam raya.
Apa penyebab pendidikan menjadi mahal ?
A. Liberalisasi Sektor Pendidikan
DUNIA pendidikan kita, selalu saja berada dalam jalur tak lempang, tak lurus, penuh lubang, dan berada pada titik jalur bengkok. Jalur tak lempang, penuh lubang, dan bengkok ini, adalah khas pembangunan pendidikan yang dibangun dengan ribuan prasangka, penuh curiga, dan selalu berdiri pada pilar-pilar ketidakpercayaan pada sumber daya manusia, yang lahir dan tumbuh dari tubuh Indonesia itu sendiri.Semakin lama biaya pendidikan di Indonesia makin tak berperikemanusiaan. Biaya kuliah di luar negeri tak jarang bisa lebih murah di- banding PTN dalam negeri. Jadi, jangan salahkan bila anak-anak muda terbaik Indonesia memilih sekolah di luar negeri.
Kuliah di Indonesia betul-betul menyedihkan. Apalagi sekarang, modal pintar pun tak menjamin seseorang bisa kuliah di PTN lantaran biaya yang tak lagi murah. PTN tak jarang memasang tarif lebih mahal ketimbang perguruan tinggi swasta (PTS). Pendidikan bermutu memang membutuhkan biaya besar. Selama ini, perguruan tinggi di Indonesia kalah saing dengan yang di luar negeri. Masalah mutu inilah yang menjadi dalih bagi pemerintah Indonesia sebagai legalisasi pembuka keran sektor swasta jasa penyediaan pendidikan dengan melepaskan diri dari urusan pendidikan.
Sama halnya dengan liberalisasi di sektor migas, liberalisasi pendidikan juga mengharuskan pemerintah untuk melepas diri darzi tanggung jawab dalam sektor pendidikan. Seperti tahun lalu untuk memuluskan liberalisasi migas, seluruh rakyat Indonesia “menikmati” kenaikan harga BBM dengan legalisasi UU migas. Begitu juga dengan pendidikan, Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) begitu kental dengan upaya pelegalan pelepasan diri pemerintah secara total.
Dengan lepas tangan pemerintah dalam penyedian sektor publik diharapkan mekanisme pasar akan menggantikan penyediaannya. Hal tersebut sesuai dengan “dogma” ilmu ekonomi kapitalis yang sangat mengagungkan pasar bebas. Jika pemerintah tetap ikut campur terhadap penyediaan sektor publik, maka pemerintah dianggap sebagai pengacau yang akan mengakibatkan ketidakefesienan dan keefektifan pasar. Ketidakefisienan dan ketidakefektifan inilah yang dianggap biang masalah rendahnya mutu perguruan tinggi di Indonesia.
Liberalisasi dan kapitalisasi yang merupakan pesanan para kapitalis tidak hanya menimpa dunia pendidikan. Patut disadari bahwa kebijakan global ini juga menimpa sektor ekonomi, politik, sosial, dan sektor lainnya yang akan mengebiri peran dan fungsi negara sebatas pelegalisasian kebijakan. Padahal, fungsi negara adalah mengurusi urusan rakyat, yaitu terpenuhinya segala kebutuhan rakyat.
Kebijakan liberalisasi ini merupakan bentuk penjajahan baru yang canggih, yang sebenarnya telah dimulai sejak berakhirnya penjajahan dalam bentuk fisik. Dahulu, para imprealis dengan modalnya menjajah langsung, sehingga bisa dideteksi dengan mudah oleh suatu daerah karena nyata-nyata penjajah tersebut ada di hadapan. Namun, sekarang ini, pola penjajahan tidak kasat mata, yang mana kita dapat merasakan, tetapi untuk mendeteksi musuh sebenarnya perlu analisis global terhadap suatu kebijakan.
Kita dapat melihat bahwa sebuah sistem tidak dapat berdiri sendiri. Masalah pendidikan tidak hanya masalah pada sistem pendidikan semata. Namun, permasalahan ini juga terkait dengan ekonomi, hukum, dan lainnya yang menyangkut sistem pemerintahan sekarang ini yang cenderung kapitalistik. Dengan paradigma sistem kapitalistik maka masuk akal jika segala sesuatu dinilai dari materi. Jadi, kalau mau pendidikan bagus otomatis harus dengan biaya tinggi.
Dengan paradigma sekarang, pemerintahan hanya berharap pemasukan untuk kas negara dari sektor pajak. Oleh sebab itu, pemerintah rajin untuk memprivatisasi segala sesuatu, termasuk pendidikan
B. Neo Liberalisme
Mahalnya pendidikan di Indonesia merupakan salah satu dampak dari tekanan perubahan dunia yang kini sudah mulai menapaki era Neo-Liberalisme (pasar bebas). Era ini memang membawa dampak jelas terutama di sektor layanan dasar publik yang meliputi kesehatan dan pendidikan. Dan naiknya biaya untuk pendidikan, ternyata tidak diimbangi dengan kemampuan masyarakat untuk mengaksesnya. Anita Lie, salah seorang pakar pendidikan yang berprofesi sebagai dosen, menjelaskan bahwa tekanan ini hanya salah satu penyebab, karena ada beberapa penyebab lain yang menyebabkan biaya pendidikan terus merangkak naik.
Kapitalisme sebagai ideologi dominan saat ini punya pengaruh yang besar dalam setiap denyut nadi kehidupan manusia. dominasi kapitalisme tidak hanya dalam wilayah ekonomi, tapi telah merambah kewilayah yang lain, termasuk di dalamnya dunia pendidikan. dalam wilayah pendidikan dampak yang paling dominasi kapitalisme adalah pada salah satu produk yang dihasilkannya, yaitu “culture of positivism” (Giroux, 1986). pengaruh kapitalisme dan budaya positivisme terhadap pendidikan sangat jelas, ilmu yang diseminasikan kepada peserta didik adalah ilmu yang mengorientasikan mereka untuk beradaptasi dengan dunia masyarakat idustri, dengan mengorbankan asspek critical subjectivity, yaitu kemampuan untuk melihat dunia secara kritis.
Anggaran pendidikan tahun 2009 RP.207,413 trilyun sedangkan untuk tahun 2010 menurun menjadi Rp.195,636 trilyun jadi kalo ditotal untuk anggaran pendidikan tahun ini turun 11,77 trilyun.

Saturday, July 25, 2009

REALITA KEHIDUPAN ANAK JALANAN

Oleh : Moh. Harir

Konsep “anak” didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda. Sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Anak adalah seseorang yang berusia di bawah umur 21 tahun dan belum menikah, menurut UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Sedangkan menurut UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindunan anak. Aanak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. Anak jalanan adalah yang sebagian besar menhabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya. Rentang usia anak jalanan yaitu berkisar 4 sampai 18 tahun, anak jalanan mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1. Cirri fisik : Warna kulit kusam, pakaian lusuh dan tidak terurus, rambut kusam, dan kondisi badan tidak memungkinkan.
2. Ciri Psikis : Acuh tak acuh, mobilitas tinggi, sensitive, semangat hidup tingi,Berwatak keras, berani menanggung resiko dan mandiri.
Jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun di Negara ini semakin membumi hampir di setiap kota-kota. Mereka mencari nafkah dengan cara mengemis, mengamen, berdagang asongan, menyewakan paying, sampai mencari baran rongsokan. Mereka tinggal 24 jam setiap hari di jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruan hidupnya. Mereka hidup dimana saja, di jalanan dan tempat-tempat umum seperti terminal, stasiun, pasar, taman, dan sebagainya kelompok ini biasanya membangun sub struktur untuk mempertahankan hidupnya mereka saling berhubungan erat dan saling menolong satu sama lain. Kurangnya pendampingan membuat perilaku yang dikembangkannya lebih banyak bertentangan dengan menerima yang ada. Hal ini tampak dari sikap mereka yang cenderung liar, cuek, tertutup, tidak tergantung dan bebas.
Sebagai makhluk social, anak jalanan juga melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi ini melibatkanhubungan resprokal di mana tingkah laku anak jalanan akan mendapatkan reaksi dari lingkungan tersebut demikian sebaliknya pada kenyataan perlu kita perhatikan akan terlihat bahwa ternyata anak jalanan telah membentuk komunitas sendiri yan berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Hidup berkelompok memiliki jaringan kerja sendiri, peraturan yang di sepakati, norma-norma tersendiri, yang cenderung memisahkan diri dari kelompok yang lainnya. Terutama dengan masyarakat, merupakan karakteristik yang khas dari anak jalanan. Tempat tinggal mereka biasanya berada dalam suatu lokasi tertentudan juga erdapat kelompok masyarakat (lumpen) seperti gelandangan, pengemis, pengamen serta kaum miskin kota lainnya.
Anak jalanan tetaplah bagian realita yang ada di masyarakat kita. Kita tidak bisa menutup mata dari keberadaan mereka. Tapi apakah kita hanya akan menutup mata dan membiarkan hal ini terus berkembang ? kehadiran anak jalanan yang semakin meningkat seharusnya menjadi sebuah refleksi pemerintah untuk mencari jalan keluar bagi mereka.
Lihat SMI Semarang Office di peta yang lebih besar