Monday, May 23, 2011

Sikap Politik SMI dalam KTT ASEAN ke-18 di Jakarta

BUKAN REGIONALISASI DAN LIBERALISASI PASAR,
TAPI PERSATUAN PERJUANGAN RAKYAT ASEAN
 

SEKILAS TENTANG KTT ASEAN HARI INI
ASEAN meliputi area seluas 4.460.000km atau 2,3% dari lahan bumi dengan sekitar populasi 550juta orang dan  pada tahun 2010 mempunyai PDB nominal gabungan menjadi 1,8triliun masuk dalam ekonomi 9 besar dunia.tentu menjadi pasar yang cukup strategis tidak salah ketika banyak negara-negara imperialisme yang bersaing untuk mendapatkan pasar di asean di tingkat dunia memang negra-negara asean tidak pernah dapat posisi-posisi penting di PBB misalnya karena kebijakan ekonomi politik di tiap negara angota ASEAN yang berbeda beda oleh karena itu membuat forum ASEAN yang tujuannya hanya sebatas forum yang saling tukar informasi dan tanpa ada perjanjian yang mengikat.
Secara historis ASEAN didirikan pada tahun 1967 dalam suasana perang dingin. Paling tidak ada dua kepentingan dari didirikan ASEAN yaitu menerapkan politik anti komunisme dan perluasan modal kapitalisme internasional. Dalam perkembangannya  indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya mengikat dirinya dalam Piagam ASEAN yang berisi tentang pengesahan Charter Of The Association of Southeast Asian Nation (Piagam Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara), padahal jika kita amati substansi isi dari piagam ASEAN merupakan dasar-darar pembangunan tata ekonomi dan politik regional/kawasan dalam rangka mendorong liberalisasi pasar bebas (free trade area), sebuah tata politik yang sejatinya merupakan kelanjutan skema pembangunan politik pada era orde baru, sehingga selaras dengan pilar utama pembangunan ekonomi ASEAN yaitu Liberalisasi Perdagangan, Investasi dan Keuangan. Itulah mengapa hingga hari ini penghapusan segala hambatan tarif ekspor dan impor barang menjadi prioritas kebijakan regional ASEAN, yang telah dijalankan sejak tahun 2004. Sementara setiap program regional/kawasan yang disepakati oleh kelompok negara ASEAN berujung pada pembukaan jembatan bagi aliran arus modal (investasi) maupun impor jasa dan barang dari negara China, Uni Eropa, AS dan negara-negara kapitalis lainnya ke dalam kelompok ASEAN itu sendiri maupun diantara negara-negara ASEAN.
Sebut saja ACIA (ASEAN Comprehensive Investment Agreement) yang merupakan satu diantara 3 pilar utama kesepakatan perdagangan bebas di regional ASEAN. Sebuah aturan terhadap aliran investasi yang disepakati oleh para menteri ekonomi ASEAN pada tanggal 26  februari 2009, ACIA pada dasarnya adalah pengkonsolidasian dari dua aturan investasi dan keuangan yang pernah dibuat sebelumnya, yaitu Asean Agrement For the Promotion and Protection of Investment pada tahun 1987 dan Framework Agreement on the Asean Investment Area pada tahun 1998 (dikenal juga perjanjian AIA) serta protokol-protokol ASEAN lainnya yang terkait. ACIA merupakan salah satu respon menteri-menteri keuangan negara ASEAN dari gejolak krisis keuangan yang terjadi di Eropa dan Amerika, sebuah kesepakatan yang mendorong kebijakan-kebijakan liberalisasi keuangan di negara-negara ASEAN agar semakin kompetitif di bursa internasional sehingga mampu menciptakan sebuah kondisi keuangan yang lebih atraktif (menarik) bagi investor luar demi terciptannya sistem investasi yang lebih bebas dan terbuka. ACIA merupakan perjanjian investasi komperehensif yang mencakup 5 sektor yaitu industri pengolahan (manufacturing), pertanian, pertambangan dan penggalian serta sektor jasa yang terkait.

ASEAN dan Ekspansi Imperialisme
Pada bulan januari 2007, dilangsungkan pertemuan KTT ASEAN yang ke-12, dimana pada pertemuan tersebut para pemimpin ASEAN menandatangani deklarasi cebu tentang percepatan pembentukan komunitas ASEAN yang menyepakati 3 pilar penyatuan kawasan negara-negara ASEAN, yaitu Komunitas Keamanan Politik-ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN serta Komunitas Sosial-Budaya Masyarakat ASEAN. Di tahun yang sama di singapura, rezim pemerintah borjuasi negara-negara ASEAN bersandar pada deklarasi cebu tersebut, menyepakati model atau skema pembangunan kesatuan kawasan ekonomi ASEAN “ASEAN ECONOMIC COMMUNITY” (AEC) di Asia Tenggara, yang kemudian dimanifestasikan di dalam “PIAGAM ASEAN” atau ASEAN CHARTER dan diluncurkan pada tanggal 15 desember 2008 di Jakarta.
Piagam ASEAN berisikan sebuah cita-cita politik kapitalisme dan rezim pemerintahan negara di asia tenggara yang menginginkan adanya pembangunan satu area tunggal perdagangan bebas di kawasan asia tenggara, seolah mencontoh kepada saudara tuanya di Uni-eropa yang dulu tahapannya masih seperti yang terjadi di asia tenggara ini, cita-cita elit politik dan rezim asia tenggara adalah menciptakan masyarakat ASEAN di atas pondasi perdagangan bebas dengan stabilitas keamanan politik ala eropa. Di dalam Piagam ASEAN di sebutkan untuk menjadi satu masyarakat ekonomi bersama di butuhkan 3 syarat utama, yaitu liberalisasi Perdagangan Barang, liberalisasi sektor keuangan dan investasi, serta liberalisasi perdagangan Jasa dan Tenaga Kerja. Ini sangat tepat kita katakan bahwa 3 syarat tersebut merupakan syarat pembangunan masyarakat kapitalis yang diterapkan oleh rezim, kesepakat tersebut pun dilegalkan dalam bentuk PIAGAM ASEAN yang memayungi semua kesepakatan perdagangan bebas di regional asia tenggara, diantaranya ada AFTA (ASEAN Free Trade Agremment)   yang sekarang menjadi ATIGA (ASEAN Trade in Goods Agreement), AFAS (ASEAN Framework Agrement on Services), dan ACIA (ASEAN Comprehensive Investment Agreement). Di tingkatan AFTA hingga tahun 2011 telah direalisasikan melalui perjanjian perdagangan non-tarif (penghilangan pajak bea cukai) bilateral dengan beberapa negara-negara kapitalis dunia, diantaranya ASEAN-China FTA, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-Jepang FTA, Indonesia-Jepang EPA, ASEAN-Australia FTA dan ASEAN-India FTA serta masih akan diadakan perjanjian perdagangan bebas lainnya dengan Uni Eropa, FTA dengan Amerika Serikat, FTA dengan Efta yang non uni eropa dan lain-lainnya, jika ditarik satu kesimpulan umum kesemuanya mengarah pada apa yang disebut dengan “single market and production base” (berbasis produksi dan pasar tunggal) serta free flow of gods, capital services and skilled labor (arus bebas dari barang modal, jasa-jasa dan tenaga terampil)
Kesepakatan-kesepakatan diatas tidak lain merupakan bentuk nyata dari pelaksanaan piagam ASEAN yang berlandaskan pada ideologi kapitalisme, dalam piagam tersebut sangat jelas disebutkan bahwa regionalisme ASEAN adalah suatu kesatuan pasar bebas. Hal tersebut tertulis dalam pasal 1 ayat 5 piagam ASEAN yang menyatakan; “To create a single market and production base wich is stable, prosperous, highly competitive, and ecconomically integrated with effective facillitation for trade and investment in which there is free flow of goods, services and investment; facilitated movement of business persons, professionals, talents and labour; free flow of capital;” yang terjemahan bebas nya : Untuk menciptakan pasar tunggal dan basis peoduksi tunggal yang stabil, makmur, kompetitif dan secara ekonomis terintegrasi dengan fasilitas perdagangan dan investasi yang efektif dimana didalamnya ada aliran bebas barang, jasa dan investasi; perpindahan pelaku bisnis, profesional, orang ahli berbakat dan buruh, serta aliran modal yang lebih bebas.
Selanjutnya kedudukan ASEAN dalam sistem perdagangan bebas global diperjelas dalam pasal 2 ayat 2 huruf (n) yang menyatakan: menganut peraturan-peraturan perdagangan multilateral dan regim yang  berbasis pada aturan-ASEAN untuk pelaksanaan yang efektiv atas komitmen-komitmen ekonomi dan pengurangan progresif menuju penghapusan semua hambatan bagi integrasi ekonomi regional, dalam sebuah ekonomi yang dikemudikan pasar. Sementara, ATIGA dibutuhkan dalam rangka memperbesar aliran arus perdagangan barang di semua negara ASEAN pada tahun 2015, dengan cara pengintegrasian berbagai hal yang telah ada maupun penambahan baru dari perdagangan barang kedalam satu payung, pertemuan para menteri asean ke-39 menetapkan bahwa CEPT-AFTA ditingkatkan menjadi instrumen legal yang lebih konperehensif yang bernama ATIGA yang di tandatangani pada februari 2009, ATIGA mulai berjalan efektif 17 mei 2010 setelah diratifikasi oleh seluruh negara anggota ASEAN, sejak itu maka semua ketentuan perdagangan barang baik berupa cept maupun protokol-protokol yang ada di gantikan oleh ketentuan ATIGA, adapun unsur utama ATIGA adalah :
  • Atiga mengkonsolidasikan dan menyederhanakan semua ketentuan di dalam CEPT-AFTA dan memformalkan beberapa keputusan tingkat menteri, sebagai akibatnya maka ATIGA menjadi instrument legal satu-satunnya untuk dijalankan dan ditegakkan oleh para pejabat pemerintah borjuis maupun oleh sektor swasta
  • Lampiran dari ATIGA memuat jadwal pengurangan tarif secara lengkap dari setiap negara angota serta menetapkan tingkat tarif yang harus dijalankan di setiap produk sampai tahun 2015
  • ATIGA mengandung hal-hal yang menjamin realisasi arus bebas barang di asean melalui liberalisasi tarif,penghapusan hambatan-hambatan non tarif ketentuan asal barang, fasilitas perdagangan,kepebeanan,standart dan penyesuaian serta aturan sanitasi dan fitasoni atiga berisikan cakupan komitment yang komperehensif dalam kaitannya dengan perdagangan barang,serta mekanisme implementesinnya dan pengaturan kelembagaannya sehinga memudahkan sinergi dan berbagai badan sektoral di asean
  • Dalam mencapai tujuan penghapusan hambatan-hambatan non-tarif, maka ketentuan aturan-aturan non-tarif di ATIGA te;aj ditingkatkan lebih lanjut melalui kodefikasi aturan-aturan maupun pembuatan mekanisme utuk memonitor penghapusan NTMs (Non Tarrif Meassures)
  • ATIGA menitik beratkan pada aturan-aturan fasilitasi perdagangan dengan memasukkan kerangka fasilitasi perdagangan ASEAN.
AFAS ASEAN Framework Agreement on Trade in Service
Di sebut sebagai AFAS -7, karena paket terakhir dari AFAS ini menyangkut liberalisasi 7 sektor jasa, ini adalah perjanjian sektor jasa yang paling liberal dari yang pernah dilakukan di ASEAN, sektor-sektor jasa yang di atur dalam AFAS-7 antara lain : liberalisasi jasa bisnis, jasa profesional, konstruksi, distribusi, jasa lingkungan, pelayanan kesehatan, transport maritim, telekomunikasi, turisme, dan termasuk di dalamnya adalah liberalisasi sektor pendidikan. AFAS-7 di tandatangani oleh para menteri ekonomi ASEAN pada tanggal 26 februari 2009 di Hua-Hin thailand Liberalisasi ambisius tersebut menyangkut :
a)    Penjadwalan bagi tidak adannya kekangan lagi atas suplai jasa lintas batas (cross border suply) dan konsumsi keluar negeri yang dikenal sebagai moda1 moda 2
b)    Menghapus kekangan-kekangan secara progresif kesemuannya ini pada akhirnya akan mengarah kepada bagaimana memperluas terus menerus komitment jasa-jasa ke arus bebas jasa-jasa ditahun 2015 dengan fleksibel
Pada awalnya AFAS sebenarnya hanya diperuntukkan bagi kalangan industri jasa dari negara-negara angota ASEAN (disebut AMS-ASEAN mamber states) disepakati oleh menteri ekonomi ASEAN pada tanggal 15 desember 1995 di bangkok tujuan AFAS adalah :
a)    Meningkatkan kerja sama dalam sektor jasa, diantara negara-negara anggota ASEAN guna memperbaiki efisiensi dan daya saing industri-industri jasa di ASEAN, memberagamkan kapasitas produksi dan suplai serta distribusi sektor jasa
b)    Menghapus hambatan substansial dalam perdagangan jasa-jasa
c)    Meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas cakupan dan kedalaman liberalisasi di atas yang telah disepakati di GATs dan WTO.
d)    Menyediakan pengakuan akan pendidikan atau pengalaman, persayaratan, lisensi atau sertifikat yang akan diatur dalam pengaturan tersendiri (disebut mutual recognition arrangement/MRA)
MRA (Mutual Recognition Arrangement) merupakan bagian dari pengaturan AFAS-7, sebuah aturan khusus yang mengatur usaha negara dalam memfasilitasi pergerakan penyedia jasa profesional (perusahaan Outshourcing) di wilayah ASEAN, MRA sejak awal diatur dalam pasal 5 AFAS, yang berbunyi:
“setiap negara anggota dapat mengakui pendidikan atau pengalaman yang didapat, sesuai dengan persyaratan, ataupun lisensi atau sertifikat yang diberikan oleh negara anggota lainnya, guna memberikan lisensi atau sertifikat terhadap pensuplai jasa. Pengakuan semacam itu dapat didasarkan atas perjanjian atau pengaturan dengan negara anggota yang bersangkutan ataupun dapat diberikan oleh mereka sendiri”
Dengan kata lain bahwa perusahaan outshourcing yang diakui oleh pihak berwenang di negara asalnya, juga diakui secara bersama oleh negara-negara ASEAN. Dan Perusahaan tersebut berhak dan diperbolehkan menyediakan suplay tenaga kerja ke perusahaan-perusahaan yang lokasi usahanya berada di luar negara asalnya, selama negara-negara tersebut adalah anggota dari ASEAN, hingga sekarang liberalisasi pasar tenaga kerja yang diatur dalam MRA diantaranya :
a)    Pengaturan liberalisasi tenaga kerja keahlian teknik pada 9 desember 2005 di Kuala Lumpur
b)    Pengaturan liberalisasi tenaga kerja keperawatan pada 8 Desember 2006 di Cebu Filipina
c)    Pengaturan liberalisasi jasa arsitek pada 19 November 2007 di Singapura
d)    Pengaturan liberalisasi tenaga profesional di bidang pariwisata yang disetujui dalam pertemuan para menteri pariwisata ASEAN pada 9 januari di Hanoi, Vietnam
e)    Pengaturan liberalisai jasa akuntan
f)     Pengaturan liberalisasi jasa praktisi medis di sepakati pada 26 februari 2009
g)    Pengaturan liberalisasi jasa praktisi dokter gigi, disepakati pada 26 februari 2009
Kedepan masih akan lebih banyak lagi, peraturan-peraturan sejenis, yang pada prinsipnya adalah memperhebat aturan mengenai fleksibilitas tenaga kerja ASEAN, dalam beberapa tahun kedepan peraturan tersebut akan diperluas hingga pada pembuatan skema penyediaan jasa tenaga kerja di sektor-sektor industri (buruh) dan sektor riil rakyat yang lainnya. Efek dari kebijakan fleksibilitas semacam ini dapat kita pelajari dari pengalaman Turki dan Perancis pada tahun 2010 yang lalu, begitu mudahnya timbul konflik etnis yang terjadi di Turki dan Perancis akibat tergesernya buruh dalam negeri oleh tenaga kerja imigran yang lebih dipilih oleh pengusaha karena dapat dibayar dengan lebih murah, atau yang paling segar adalah kejadian pembakaran pabrik dan konflik etnis yang terjadi di Batam tahun 2010 yang lalu antara buruh indonesia dengan buruh asing.
Keseluruhan dari setiap regionalisasi dan kerja sama pasar bebas diatas adalah praktek kejahatan dari kapitalisme internasional. Hal ini juga membuktikan bahwa krisis kapitalisme internasional yang melanda koorporasi-koorporasi raksasa di negara Amereka dan Uni-Eropa. Sehingga untuk mengobati krisis tersebut adalah dengan jalan memperluas pasar dan dominasinya di negara-negara ASEAN. Oleh karena itu bentuk regionalisasi dan perdangan bebas akan sangat merugikan rakyat ASEAN.
ACFTA DAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN TELAH GAGAL MENSEJAHTERAKAN RAKYAT
Jika kita mengacu pada Pancasila dan UU 1945 khususnya pasal 33 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Selain itu pada pasal 27 ayat 2 yang menyatakan “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kehidupan. Maka 2 pasal di dalam UUD 45 tersebut, sejatinya memberikan beban dan tanggung jawab terhadap negara untuk menciptakan satu iklim usaha yang berorientasi pada kesejahteraan dan perlindungan terhadap klass terlemah dan paling tereksploitasi di Indonesia (dalam prespektif borjuasi biasa di sebut dengan masyarakt golongan miskin), dengan kata lain di sebuah negara yang bervisi kerakyatan, jika sebuah rezim pemerintahan di negara tersebut menerbitkan dan memberlakukan sebuah peraturan yang pada akhirnya hanya menguntungkan segelintir orang saja. Hal tersebut sama saja dengan perilaku penghianatan konstitusional. Apa lagi kemudian segelintir golongan minoritas yang diuntungkan tersebut adalah kelompok yang selama ini ikut andil dalam memiskinkan dan mengeksploitasi bangsa mereka sendiri, sejatinya hal tersebut merupakan satu ciri dari beberapa tabiat rezim yang tunduk pada kepentingan borjuasi dan pemodal, singkatnya pemerintahan tersebut sejatinya mewakili sebuah klass yang menindas klass yang lainnya.
Pemerintahan SBY telah meratifikasi Piagam ASEAN (ASEAN Charter) ke dalam UU 38 tahun 2008, lalu juga diterbitkan beberapa aturan lanjutan seperti Peraturan Pemerintah, Keppres, Kepetusan Menteri dan lain lain, berikut tabulasi beberapa ratifikasi yang telah dilakukan rezim borjuasi SBY-Boediono di masa pemerintahannya :

Tahun
Peraturan Hukum
Tentang
2004
Kepres RI NO48 tahun 2004 Pengesahan framework Agreement on comprehensifive
Economic cooperation between
ASEAN and china (Pengesahan ACFTA)
2004
Keptusan menkeu RI No.355/KMK.01/2004 21 juli 2004 Penetapan tarif dalam rangka Early harvest programe (tarif harga hasil perkebunan dan peternakan)
2005
Peraturan MENKEU RI NO.355/PMK.010/2005 tanggal 7 juli 2005 Penetapan bea masuk dalam rangka normal track ASEAN china FTA
2006
PERATURAN MENKEU RI No.21/PMK.010/2006 tgl.15 maret 2006 Penetapan bea masuk dalam rangka normal track asean china FTA
2007
Peraturan menkeu No.53/PMK/.011/2007 tgl 22 mei 2007 Penetapan tarif bea masuk ACFTA
2008
Peraturan menkeu RI No.235/pmk.011/2008 tanggal 23 desember 2008 Penetapan 0% tarif bea masuk barang ACFTA di laksanakan tahun 2010
Keputusan-keputusan pemerintahan borjuis di atas merupakan contoh dari hasil ratifikasi dari kesepakan ACFTA, yang telah disepakati pada tahun 2004 dan mulai dilaksanakan pada tahun 2010 yang lalu, pada kenyataannya hasil deregulasi yang diakukan pemerintah sama sekali tidak menjawab keresahan dari sektor industri riil di Indonesia, terutama UKM dan jenis-jenis usaha kecil yang lainnya, malah dimulai dari tahun 2004 pemerintah gencar melakukan privatisasi perusahaan-perusahaan vital negara (BUMN).
Berikut daftar urutan perjanjian mengenai ACFTA :
Waktu  perjanjian
Nama perjanjian
6 november 2001
ASEAN china comprehensif economic cooperation
4 november 2002
Frame work Agrement on comprehensif economic coorperation between the ASEAN and people republi  of china
29 november 2004
Trade in goods agremeent and dispute settlement mechanism agreement
8 desember 2006
Amandemen protokol frame work agreement
Januari 2007
Trade in service agreement
Januari 2009
Persetujuan investasi asean
Dalam ACFTA disepakati akan dilaksanakan liberalisasi penuh pada tahun 2010 bagi ASEAN 6 dan china serta tahun 2015 untuk kamboja,laos,vietnam dan myanmar penurunan tarif dalam kerangka kerjasama ACFTA dilaksanakan dalam 3 tahap yaitu :
Katagori barang
Perlakuan tarif dan tahun berlaku Barang-barang yang masuk dalam katagori
Early harvest program
Penurunan tariff 0% berlaku januari 2006 Binatang hidup, ikan, produk susu, tumbuhan, sayur-sayuran, (kecuali jagung manis dan buah-buahan)
Normal track
Penurunan tariff 0% berlaku 1januari 2010 Batu bara, polycarbox acids, kayu, petrokimia lainnya, kawat tembaga dan kurang lebih 1880 pos tarif yang lainnya
Sensitive track
Penurunan tariff 20 % berlaku januari 2012 Barang jadi kulit, tas, dompet, alas kaki, sepatu sport, kulit, kacamata, alat music, mainan, besi dan baja, onderdil alat angkut, glosida, nabati alkaloid ,senyawa organic, antibiotic, kaca, barang-barang plastic kurang lebih 304 produk
Higly sensitive track
Penurunan tarif 50 % berlaku 1 januari 2015 Beras, gula, jagung, tekstil, produk otomotif 47-produk
Sumber : keputusan menteri perdagangan dan direktorat jendral kerjasama perdagangan internasional kementrian perdagangan RI
Penutup
Bagi Indonesia perjanjian perdagangan bebas ini berdampak banyak, antara tahun 2005-2010 total import china mengalami kenaikan 226,32% mencakup 20,32% dari keseluruhan import Indonesia, BPS mencatat bahwa dalam periode 2008-2010 defisit perdagangan non migas Indonesia china mencapai USD 8,02 miliar, setara dengan jumlah total ekspor Indonesia ke china saat itu yaitu US$ 5,28 miliar. Sebanyak 1650 industri bangkrut dalam tahun 2006-2008 dan sebanyak 140.584 tenaga kerja kehilangan pekerjaaan dampak yang paling hebat terjadi pada awal 2010 ketika tariff 0% untuk bea MASUK  diterapkan, berbagai produk dalam katagori normal track (Batu bara, polycarbox acids, kayu, petrokimia lainnya, kawat tembaga dan kurang lebih 1880 pos tarif yang lainnya) menghancurkan industry dalam negeri secara massal, PT. Siliwangi[1] adalah sebuah pabrik di ujung barat jakarta, persisnya pabrik tersebut terletak di pluit. Pabrik tersebut telah berdiri lebih dari 50 tahun yang lalu, pabrik yang khusus memproduksi kaos kaki dan bahan garment lainnya, pada akhir 2010 yang lalu tepatnya pada bulan Desember ditutup secara sepihak oleh pengusahanya, yang akibatnya menelantarkan lebih dari 150-an pekerjanya yang rata-rata adalah perempuan. Dan kejadian semacam ini, akan lebih banyak lagi terjadi mengingat fundamental ekonomi riil indonesia sama sekali tidak terproteksi oleh negara dan mekanisme controlingnya di serahkan pada mekanisme pasar.
Sementara, menurut APINDO ada 7,5 juta buruh yang berpotensi terkena PHK, akibat dari perusahaan dimana dia bekerja terdesak pasarnya oleh semakin membanjirnya jumlah barang import baik dari china dan negara-negara lainnya, pasar domestik (dalam negeri) yang dibanjiri oleh barang-barang impor berharga murah tentu saja akan menggulung barang-barang produksi industri dalam negeri, singkat kata pemerintahan borjuasi SBY-Boediono lebih memilih kebijakan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri rakyat indonesia melalui import produk-produk berharga murah, dibandingkan dengan susah payah mengelola industri dalam negeri nya sendiri. Hingga akhir tahun  2011, 40 % dari total barang import yang beredar di indonesia adalah produk china, sementara jumlah barang import yang ada di indonesia jumlahnya berkisar 50 % dari produk-produk yang beredar di pasaran (apindo 2010). Dan lewat KTT ASEAN tanggal 6-8 mei kedepan, kebijakan semacam ini dipastikan terus berjalan dan semakin di masifkan.
Dari periode ke periode, perdangan bebas/neoliberalisme hanya akan menciptakan kesengsaraan dan penderitaan tiada batas bagi umat manusia. Percepatan pembentukan komunitas pasar bebas ASEAN  hanya skema dalam mendekatan ASEAN kepada jeratan kapitalisme internasional yang lebih dalam.
Sikap Tegas Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) terhadap KTT ASEAN :
Menolak dan Lawan Rezim Perdagangan Bebas ASEAN
Seruan Serikat Mahasiswa Indonesia :
Bangun Persatuan Perjuangan Rakyat ASEAN, melawan Rezim Imperialisme (Pasar bebas)

No comments:

Post a Comment

Lihat SMI Semarang Office di peta yang lebih besar