Tuesday, December 20, 2011

KAMPUS SEBAGAI TEMPAT PESTA KAUM ELIT BORJUASI

Oleh : SMI KOMHI

Universitas Muhammadiyah Mataram oleh masyarakat NTB dianggap sebagai lembaga penyelenggara pendidikan untuk  meningkatkan kualitas masyarakat NTB yang masih terkungkung oleh jeratan kebodohan dan kemiskinan. Anggapan itu kemudian hanyalah angan-angan belaka dari masyarakat NTB untuk menempuh pendidikan tinggi di kampus UMM sebagai jalan untuk meningkatkan taraf  hidup dengan harapan setelah keluar dari kampus UMM, sarjana-sarjana lulusan kampus UMM menjadi orang-orang yang bisa bersaing ditengah semakin sulitnya lapangan kerja. Propaganda pihak kampus di berbagai brosur/iklan, bahwa kampus UMM merupakan salah satu kampus unggulan di NTB yang memiliki fasilitas terlengkap, dosen yang berkualitas dan karyawan yang profesional. brosur itu ternyata hanyalah pembodohan terencana yang dilakukan oleh birokrasi kampus terhadap masyarakat. pada kenyataanya mahasiswa merasakan, bahwa kampus UMM sangat jauh dari brosur-brosur dan kata sambutan rector diacara wisuda tanggal 3 september 2011 yang mengatakan, bahwa kampus UMM memiliki segalanya untuk menciptakan sarjana-sarjana yang berkualitas dengan biaya kuliyah yang terjangkau.
Ungkapan dan brosur-brosur yang beredar dimasyarakat tersebut hanyalah bualan demi menarik mahasiswa yang banyak untuk mendatangkan keuntungan yang menggiurkan. Dari ujung timur samp;ai ujung barat, Kampus UMM menyimpan sejuta  persoalan yang selama ini ditutup-tutupi oleh pihak birokrasi. Fasilitas yang di kampanyekan tidak  dirasakan oleh mahasiswa sepenuhnya, seperti Lab. Geografi yang belum pernah di operasikan, Lab. MIPA/Tehnik yang tidak memiliki peralatan yang memadai, Lab. Kesehatan yang belum memiliki peralatan praktek dan perpusatakaan yang masih sangat minim buku-buku. Dosen yang berkualitas seperti yang selalu digembar-gemborkan oleh pihak kampus dengan mengatakan  90% dosen S2. Namun sebagiannya adalah dosen pinjaman, sehingga kondisi pembelajaran banyak yang kekosongan. Dosen yang berada dijurusan Fisika dan Sejarah lebih banyak dosen S1, sedangkan dosen di Fisipol meskipun banyak yang S2 namun kualitas pengajaran banyak dibawah standar.
Kondisi rill kampus UMM  diatas sangat jauh dengan biaya kuliyah yang dikeluarkan oleh mahasiswa, kenaikan biaya disetiap model pembayaran tidak menandakan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Padahal untuk mahasiswa kesehatan minimal membayar Rp. 6-8 juta untuk sumbangan laboratorium, namun Lab. itu tidak pernah dirasakan oleh mahasiswa kesehatan dan terpaksa membeli peralatan sendiri untuk praktek. Mahasiswa dijurusan fisika  yang membayar uang praktek setiap semester, namun hanya melaksanakan sekali praktek selama satu smester itupun ketika praktek mahasiswa harus membayar lagi untuk menyewa tempat praktikum di tempat lain. Dan begitu banyaknya keluhan mahasiswa terhadap minimnya buku disetiap perpustakaan kampus. Sedangkan biaya pendidikan setiap tahun merangkak naik hingga 50-75 %, pungutan liar yang dilakukan oleh pihak birokrasi sangat beragam modelnya, seperti; biaya pengambilan KRS dan KHS di fakultas kesehatan dan tehnik, biaya pengambilan surat aktif kuliyah dan penjualan diktat yang dipaksakan.
Lalu kemanakah uang yang begitu besar dibayar oleh mahasiswa? Praktek kapitalisasi  pendidikan di kampus UMM semakin menjauhkan hak-hak mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan kenaikan biaya pendidikan yang terjadi disetiap angkatan terbukti bukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di kampus UMM, namun kenaikan biaya pendidikan dan pungutan liar tersebut semata-mata untuk menambah pos-pos keuntungan bagi pengelolah kampus dengan rencana membangun hotel, rumah sakit, pom bensin dan perumahan dosen yang baru pada tahap pembebasan lahan yang menghabiskan uang mahasiswa sebesar Rp. 4 miliar, sedangkan untuk pembangunan fisik sepenuhnya diserahkan kepada Bank Mandiri Sary’ah dan Bank Muamalah selaku pihak investasi. Dan kasus yang terjadi pada hari minggu tanggal 13 september 2011 adalah pemanfaatan gedung serba guna (aula rectorat) sebagai tempat pesta pernikahan yang untuk disewakan kepada masyarakat umum. Aneh kemudian jika kampus yang seharusnya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keilmiahan oleh mahasiswa, namun demi meraup keuntungan pihak kampus malah menjadikan aula rektorat untuk pesta pernikahan.
Pelaksanaan lembaga perguruan tinggi berdasarkan mekanisme pasar, merubah orientasi pendidikan di UMM yang menciptakan manusia yang berkualitas serta bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadi lembaga penjual jasa yang berorientasi pada keuntungan, dan sarjana yang dilahirkan oleh kampus UMM menjadi “homo homoni lupus” (manusia menjadi serigala bagi manusia lain). Tidak heran jika semua hal di kampus UMM selalu dinilai dengan uang, tak ubahnya seperti pasar tempat bertemunya pembeli dan penjual, bukan lagi sebagai tempat untuk mendidik dan mentrasformasikan ilmu. Ketika kampus menjadi  pasar, maka sudah seharusnya bahwa siapa yang memiliki uang lebih berhak mengenyam pendidikan, sedangkan mayoritas masyarakat NTB yang berpenghasilan rendah dipaksa sebagai penonton. Maka dengan tingginya biaya pendidikan pada angkatan 2011 menjadi boomerang bagi kampus dengan menurunnya jumlah mahasiswa yang mendaftar di kampus UMM, dan secara langsung pihak kampus melarang masyarakat NTB untuk dapat mengenyam pendidikan.

Apakah kondisi pendidikan seperti ini yang diinginkan oleh kita, dengan biaya kuliyah yang begitu tinggi kita keluarkan?

Maka kami dari SERIKAT MAHASISWA INDONESIA, menuntut?
1. Wujutkan pendidikan gratis, ilmiah, demoktaris, dan bervisi kerakyatan
2. Berikan jaminan kebebasan berekspresi, berorganisasi dan berpendapat dimuka umum
3. Demokratisasi kampus

No comments:

Post a Comment

Lihat SMI Semarang Office di peta yang lebih besar