Oleh : SMI KOMHI
Universitas Muhammadiyah Mataram oleh masyarakat NTB dianggap sebagai lembaga penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan kualitas masyarakat NTB yang masih terkungkung oleh jeratan kebodohan dan kemiskinan. Anggapan itu kemudian hanyalah angan-angan belaka dari masyarakat NTB untuk menempuh pendidikan tinggi di kampus UMM sebagai jalan untuk meningkatkan taraf hidup dengan harapan setelah keluar dari kampus UMM, sarjana-sarjana lulusan kampus UMM menjadi orang-orang yang bisa bersaing ditengah semakin sulitnya lapangan kerja. Propaganda pihak kampus di berbagai brosur/iklan, bahwa kampus UMM merupakan salah satu kampus unggulan di NTB yang memiliki fasilitas terlengkap, dosen yang berkualitas dan karyawan yang profesional. brosur itu ternyata hanyalah pembodohan terencana yang dilakukan oleh birokrasi kampus terhadap masyarakat. pada kenyataanya mahasiswa merasakan, bahwa kampus UMM sangat jauh dari brosur-brosur dan kata sambutan rector diacara wisuda tanggal 3 september 2011 yang mengatakan, bahwa kampus UMM memiliki segalanya untuk menciptakan sarjana-sarjana yang berkualitas dengan biaya kuliyah yang terjangkau.
Universitas Muhammadiyah Mataram oleh masyarakat NTB dianggap sebagai lembaga penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan kualitas masyarakat NTB yang masih terkungkung oleh jeratan kebodohan dan kemiskinan. Anggapan itu kemudian hanyalah angan-angan belaka dari masyarakat NTB untuk menempuh pendidikan tinggi di kampus UMM sebagai jalan untuk meningkatkan taraf hidup dengan harapan setelah keluar dari kampus UMM, sarjana-sarjana lulusan kampus UMM menjadi orang-orang yang bisa bersaing ditengah semakin sulitnya lapangan kerja. Propaganda pihak kampus di berbagai brosur/iklan, bahwa kampus UMM merupakan salah satu kampus unggulan di NTB yang memiliki fasilitas terlengkap, dosen yang berkualitas dan karyawan yang profesional. brosur itu ternyata hanyalah pembodohan terencana yang dilakukan oleh birokrasi kampus terhadap masyarakat. pada kenyataanya mahasiswa merasakan, bahwa kampus UMM sangat jauh dari brosur-brosur dan kata sambutan rector diacara wisuda tanggal 3 september 2011 yang mengatakan, bahwa kampus UMM memiliki segalanya untuk menciptakan sarjana-sarjana yang berkualitas dengan biaya kuliyah yang terjangkau.
Ungkapan dan brosur-brosur
yang beredar dimasyarakat tersebut hanyalah bualan demi menarik
mahasiswa yang banyak untuk mendatangkan keuntungan yang menggiurkan.
Dari ujung timur samp;ai ujung barat, Kampus UMM menyimpan sejuta
persoalan yang selama ini ditutup-tutupi oleh pihak birokrasi.
Fasilitas yang di kampanyekan tidak dirasakan oleh mahasiswa
sepenuhnya, seperti Lab. Geografi yang belum pernah di operasikan, Lab.
MIPA/Tehnik yang tidak memiliki peralatan yang memadai, Lab. Kesehatan
yang belum memiliki peralatan praktek dan perpusatakaan yang masih
sangat minim buku-buku. Dosen yang berkualitas seperti yang selalu
digembar-gemborkan oleh pihak kampus dengan mengatakan 90% dosen S2.
Namun sebagiannya adalah dosen pinjaman, sehingga kondisi pembelajaran
banyak yang kekosongan. Dosen yang berada dijurusan Fisika dan Sejarah
lebih banyak dosen S1, sedangkan dosen di Fisipol meskipun banyak yang
S2 namun kualitas pengajaran banyak dibawah standar.
Kondisi rill
kampus UMM diatas sangat jauh dengan biaya kuliyah yang dikeluarkan
oleh mahasiswa, kenaikan biaya disetiap model pembayaran tidak
menandakan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Padahal untuk
mahasiswa kesehatan minimal membayar Rp. 6-8 juta untuk sumbangan
laboratorium, namun Lab. itu tidak pernah dirasakan oleh mahasiswa
kesehatan dan terpaksa membeli peralatan sendiri untuk praktek.
Mahasiswa dijurusan fisika yang membayar uang praktek setiap semester,
namun hanya melaksanakan sekali praktek selama satu smester itupun
ketika praktek mahasiswa harus membayar lagi untuk menyewa tempat
praktikum di tempat lain. Dan begitu banyaknya keluhan mahasiswa
terhadap minimnya buku disetiap perpustakaan kampus. Sedangkan biaya
pendidikan setiap tahun merangkak naik hingga 50-75 %, pungutan liar
yang dilakukan oleh pihak birokrasi sangat beragam modelnya, seperti;
biaya pengambilan KRS dan KHS di fakultas kesehatan dan tehnik, biaya
pengambilan surat aktif kuliyah dan penjualan diktat yang dipaksakan.
Lalu kemanakah uang yang begitu besar dibayar oleh mahasiswa? Praktek kapitalisasi
pendidikan di kampus UMM semakin menjauhkan hak-hak mahasiswa untuk
mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan kenaikan biaya pendidikan yang
terjadi disetiap angkatan terbukti bukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di kampus UMM, namun kenaikan biaya pendidikan dan pungutan
liar tersebut semata-mata untuk menambah pos-pos keuntungan bagi
pengelolah kampus dengan rencana membangun hotel, rumah sakit, pom bensin dan perumahan dosen yang
baru pada tahap pembebasan lahan yang menghabiskan uang mahasiswa
sebesar Rp. 4 miliar, sedangkan untuk pembangunan fisik sepenuhnya
diserahkan kepada Bank Mandiri Sary’ah dan Bank Muamalah selaku pihak
investasi. Dan kasus yang terjadi pada hari minggu tanggal 13 september
2011 adalah pemanfaatan gedung serba guna (aula rectorat) sebagai tempat
pesta pernikahan yang untuk disewakan kepada masyarakat umum. Aneh
kemudian jika kampus yang seharusnya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
keilmiahan oleh mahasiswa, namun demi meraup keuntungan pihak kampus
malah menjadikan aula rektorat untuk pesta pernikahan.
Pelaksanaan
lembaga perguruan tinggi berdasarkan mekanisme pasar, merubah orientasi
pendidikan di UMM yang menciptakan manusia yang berkualitas serta
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadi lembaga penjual jasa yang
berorientasi pada keuntungan, dan sarjana yang dilahirkan oleh kampus
UMM menjadi “homo homoni lupus” (manusia menjadi
serigala bagi manusia lain). Tidak heran jika semua hal di kampus UMM
selalu dinilai dengan uang, tak ubahnya seperti pasar tempat bertemunya
pembeli dan penjual, bukan lagi sebagai tempat untuk mendidik dan
mentrasformasikan ilmu. Ketika kampus menjadi pasar, maka sudah
seharusnya bahwa siapa yang memiliki uang lebih berhak mengenyam
pendidikan, sedangkan mayoritas masyarakat NTB yang berpenghasilan
rendah dipaksa sebagai penonton. Maka dengan tingginya biaya pendidikan
pada angkatan 2011 menjadi boomerang bagi kampus dengan menurunnya
jumlah mahasiswa yang mendaftar di kampus UMM, dan secara langsung pihak
kampus melarang masyarakat NTB untuk dapat mengenyam pendidikan.
Apakah kondisi pendidikan seperti ini yang diinginkan oleh kita, dengan biaya kuliyah yang begitu tinggi kita keluarkan?
Maka kami dari SERIKAT MAHASISWA INDONESIA, menuntut?
1. Wujutkan pendidikan gratis, ilmiah, demoktaris, dan bervisi kerakyatan
2. Berikan jaminan kebebasan berekspresi, berorganisasi dan berpendapat dimuka umum
3. Demokratisasi kampus
No comments:
Post a Comment